Selasa, 22 Mei 2012

Sistem Pembelajaran di Amerika Serikat

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?” “Dari Indonesia,” jawab saya. Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,”lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap.Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terang nya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

*** Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal. Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN
Bisakah kita mencetak orang orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru,sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.

Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

Jumat, 18 Mei 2012

Orang-orang Yang Akan Di Doakan Oleh Malaikat

  1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
  2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat
  3. Orang - orang yang berada di shaf barisan depan di
  4. Orang - orang yang menyambung shaf pada sholat
  5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
  6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
  7. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah.
  8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan
  9. Orang - orang yang berinfak
  10. Orang yang sedang makan sahur
  11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
  12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.

Kumis Dalam Dunia Islam

Kumis adalah rambut yang tumbuh di atas bibir bagian atas. Telah datang perintah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memotong kumis dan tidak membiarkannya terus tumbuh hingga menutupi kedua bibir. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot (sebagaimana adanya tanpa dikurangi dan dipotong).” (HR. Muslim no. 599)

Memotong kumis dan memanjangkan jenggot –atau membiarkannya tumbuh apa adanya– merupakan amalan yang dilakukan untuk menyelisihi orang-orang musyrikin dan Majusi (para penyembah api). Karena kebiasaan mereka adalah membiarkan kumis tumbuh hingga menutupi bibir, sementara jenggot mereka cukur. Perintah menyelisihi mereka ini dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Selisihilah orang-orang musyrikin, potonglah kumis dan biarkanlah jenggot (sebagaimana adanya tanpa dikurangi dan dipotong).” (HR. Muslim no. 600)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot (sebagaimana adanya tanpa dikurangi dan dipotong), selisihilah orang-orang Majusi.” (HR. Muslim no. 602)

Dengan demikian dalam masalah memotong kumis dan memanjangkan jenggot ini, ada dua tujuan:
  1. Menyelisihi kebiasaan orang ‘ajam (non Arab), dalam hal ini orang-orang Majusi/Persia ataupun musyrikin.
  2. Menjaga kebersihan daerah bibir dan sekitarnya yang merupakan tempat masuknya makanan dan minuman.  Al-Imam Ath-Thahawi rahimahullahu menyatakan “Memotong kumis dilakukan dengan mengambil/memotong kumis yang panjangnya melebihi bibir, sehingga tidak mengganggu ketika makan dan tidak terkumpul kotoran di dalamnya.”
Batasan kumis yang dipotong adalah dipotong sampai tampak ujung bibir, bukan menipiskan dari akarnya. Sementara hadits yang menyebutkan: (“Potonglah kumis…”) yang dimaukan adalah memotong bagian kumis yang panjang hingga tidak menutupi kedua bibir.
Memang dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Mayoritas ulama Salaf berpendapat kumis itu dicukur sampai habis sama sekali, berdalil dengan dzahir hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Potonglah kumis dan habiskanlah.” (HR. Al-Bukhari no. 5893) Ini merupakan pendapat orang-orang Kufah.
Namun kebanyakan mereka berpendapat dilarang mencukur kumis dan menghabiskannya sama sekali, demikian pendapat yang kedua. Pendapat yang kedua ini dipegangi Al-Imam Malik rahimahullahu. Bahkan beliau memandang mencukur kumis sampai habis adalah perbuatan mencincang dan beliau memerintahkan agar pelakunya diberi ganjaran sebagai pelajaran. Dengan demikian, menurut pendapat yang kedua ini kumis tidak dihabiskan sama sekali tapi diambil/dipotong sesuai dengan kadarnya yang dengannya akan tampak ujung bibir (tidak tertutup kumis).

Sebagian ulama, seperti Ath-Thabari, punya pendapat lain. Beliau menganggap kedua-duanya boleh, sehingga seseorang boleh memilih apakah ia ingin mencukur habis kumisnya atau membiarkannya namun tidak sampai menutupi bibir (dipotong bagian yang berlebihan). Beliau berkata, “As-Sunnah menunjukkan bahwa kedua perkara tersebut dibolehkan dan tidak saling bertentangan. Karena lafadz القَصُّ1 menunjukkan mengambil sebagian, sedangkan lafadz اْلإِحْفَاء2 menunjukkan mengambil seluruhnya. Berarti keduanya tsabit (ada perintah/tuntunannya) sehingga seseorang diberi pilihan untuk melakukan apa yang diinginkannya.”

Ibnu ‘Abdil Bar rahimahullahu berkata, “اْلإِخْفَاءُ bisa dimungkinkan maknanya mengambil keseluruhan. Namun القَصُّ mufassar yakni menerangkan/menjelaskan apa yang dimaukan. Dan apa yang menerangkan/menjelaskan lebih dikedepankan dari yang global.”3 Footnote

Sebagaimana disebutkan dalam hadits: 
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ –أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ– الْخِتَانُ وَاْلاِسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ اْلإِبْطِ وَتَقْلِيْمُ اْلأََظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib (1/240), Al-Minhaj (3/ 140 dan 144), Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (1/340), Ihkamul Ahkam fi Syarhi ‘Umdatil Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab fil Madzi wa Ghairihi, Fathul Bari (10/426), Nailul Authar (1/163).

Penulis : Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari

Referensi Untuk IT & Al-Qur'an / Hadist

Surat: Al-Alaq (96)
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (1)
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (2)
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (3)
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (4)
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (5) 

Logika berfikirnya – mengapa “bacalah”? Bukan “Dengarlah” atau “Lihatlah”? Membaca & tulis menulis adalah kunci utama dalam islam & orang yang berfikir. “Kalam” atau “Tulisan” adalah perantara proses pembelajaran dari Allah SWT kepada mahluknya. Komputer, IT, Internet merupakah teknologi informasi yang sangat berbasis tulis menulis.

Surat: Saad (38)
Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?  (28)
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (29) 

Logika berfikirnya – hanya mereka yang mau berfikir yang akan memperoleh berkah & pelajaran dari Allah SWT. Komputer, IT, Internet pun hanya akan bermanfaat maksimal bagi mereka yang terpelajar.

Surat: Al-Mujaadila  (58)
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (11) 

Logikanya – semakin lapang sebuah majlis akan semakin mudah bagi kita untuk belajar. Dan oran-orang berilmu pengetahuan beberapa derajat lebih tinggi dari umat lainnya. Internet pada dasarnya merupakan majlis yang amat sangat lapang, “hampir tanpa batas”. Mereka yang menjadi penulis, produsen pengetahuan di Internet akan mempunyai derajat yang lebih di bandingkan dengan mereka yang hanya mengkonsumsi pengetahuan / informasi.

Surat: Fussilat (41)
Haa Miim. (1)
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (2)
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, (3)
yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan. (4) 

Surat: Az-Zukhruf (43)
Haa Miim. (1)
Demi Kitab (Al Quran) yang menerangkan. (2)
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). (3) 

Surat: Yusuf (12)
Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang nyata (dari Allah). (1)
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (2) 

Logikanya – Al Qur'an berbahasa Arab agar kita (manusia) mengetahui & memahami, tapi tidak harus AHLI bahasa Arab. Komputer memungkinkan kita untuk mengetahui & memahami Al Qur'an dengan fasilitas searching, terjemahan dll tanpa perlu menjadi AHLI bahasa arab.

Sabda Rasullullah Saw: sebaik-baiknya manusia adalah orang yang lebih bermanfaat bagi orang lain. (H.R. Bukhari)
Logikanya – kata kunci manfaat sangat penting, semakin besar manfaat maka semakin tinggi nilai si manusia tersebut. Nilai tidak di tentukan oleh pangkat, jabatan, gaji, kekuasaan, gelar, tingkat pendidikan tapi lebih kepada manfaat pada orang lain. Komputer & Internet memungkinkan kita untuk memberikan manfaat kepada jutaan umat manusia dengan sangat effisien sekali.