Minggu, 04 November 2007

Collecting Rolex: Different point of view

Para pencinta arloji antik masih sering berbeda pendapat tentang perlu tidaknya mengoleksi Rolex (khusus). Tentu saja setiap orang mempunyai kesukaan masing-masing dan tidak perlu saling mencela kesukaan orang lain. Namun perbedaan pendapat soal Rolex ini menarik untuk dicermati.

Mereka yang pro Rolex berpendapat bahwa Rolex memang layak dikoleksi karena (1) kualitasnya baik; (2) modelnya menarik, (3) nilai ekonominya tinggi. Butir nomor (3) tampaknya tidak dibantah oleh siapapun dan kenyataan pasar sudah membuktikan. Perdebatan justru terjadi dalam hal butir (1) dan (2).

Mereka yang anti Rolex (sebutlah demikian) berpendapat bahwa butir (1) dan (2) hanyalah omong kosong. Memang benar bahwa kualitas Rolex termasuk baik karena Rolex adalah merk papan atas (high end) yang berharga mahal sehingga wajar saja jika menggunakan kualitas bahan (material) yang baik, misalnya stainless steel nomor satu dsb. Tetapi, konon, bagaimanapun harga yang demikian mahal itu tidak sebanding dengan kualitasnya. Artinya, memang berkualitas tetapi yah tidak sampai mahal seperti itu lah. Kemudian orang membuat perbandingan Rolex dengan merk-merk lain yang harganya sangat jauh di bawah Rolex. Misalnya bandingkanlah dengan Omega. Dengan harga jauh di bawah Rolex, kualitas Omega tidak kalah. Bahkan katanya pada tahun 1950an Omega mengalahkan Rolex dalam mencapai sertifikasi Chronometer (lihat artikel lain dalam blog ini) dan dalam tingkat penjualan. Memang material yang digunakan masih di bawah Rolex tetapi dengan harga yang jauh di bawah Rolex maka lebih "wajar" Omega daripada Rolex.
Demikian pula jika Rolex dibandingkan dengan Seiko. Harga Seiko sangat jauh di bawah Rolex, tetapi perbedaan kualitas material yang digunakan tidak sejauh perbedaan harganya. Perbandingan ini ada benarnya juga. Mesin putar Seiko yang hi beat (36,000 bph) material dan konstruksinya hebat, demikian pula dengan Seiko otomatis generasi pertengahan 1960an, mesinnya bagus-bagus. Bahkan radium yang digunakan Seiko dalam banyak hal lebih tahan lama dibandingkan Rolex.

Dari beberapa artikel yang saya baca, kelompok anti Rolex berpendapat bahwa sebenarnya Rolex mengeluarkan sedikit investasi untuk pengembangan produk-produknya dibandingkan merk-merk lain. Meskipun mengeluarkan beberapa model dari yang dress hingga yang sport, mesin Rolex yang dipakai di berbagai model sebenarnya itu-itu saja. Inovasi Rolex rendah sekali karena Rolex cenderung mempertahankan gaya dan pakemnya, baik dalam hal teknologi maupun model. Bahkan bicara soal butir ke (2) yaitu model-model Rolex, kelompok anti Rolex berpendapat Rolex tidak mengembangkan "arsitektur" arloji yang inovatif. Dibandingkan dengan Mido, Omega dan Seiko atau bahkan Titus, Rolex tidak mengeluarkan model sebanyak merk-merk tersebut. Kelompok anti Rolex berpendapat model-model Rolex membosankan.

Automatic movement Rolex Cal.1570, terbanyak digunakan di jam Rolex

Benarkah Rolex exclusive? Kelompok anti Rolex berpendapat Rolex memproduksi arloji hingga satu juta biji setiap tahun dan paling jarang mengeluarkan edisi terbatas (limited edition), jadi dimana letak exclusivenya?

Akhirnya kelompok anti Rolex tidak mengerti mengapa harga Rolex demikian mahal? Mereka punya kesimpulan bahwa Rolex berhasil menanamkan citra merknya di kepala konsumen. Rolex tidak perlu berusaha keras mempromosikan citranya karena ia sudah mempunyai penggemar yang loyal dan tradisional. Selain itu, harga Rolex menjadi tinggi karena Rolex berubah dari arloji penunjuk waktu ke benda spekulatif. Kadang orang menyimpan Rolex bukan untuk dipakai tetapi untuk disimpan sebagai tabungan, syukur-syukur harganya bisa melejit. Seperti bermain saham.

Perbedaan Rolex 15200 produksi 2000an dan 1501 produksi awal 1970

Orang-orang jadi bingung siapa yang menentukan harga Rolex antik? Apakah ada mekanisme supply and demand atau ada semacam histeria yang disebarluaskan oleh internet (dan oleh kolektor tentu saja), atau oleh kartel pedagang arloji?

Anda tahu jawabannya?

Tulisan ini adalah kiriman Bang Marga di milist arloji antik. Bang Marga adalah penggemar jam antik yang tinggal di Bogor

Kamis, 01 November 2007

For Sale: SEIKO chronograh automatic cal.6139 (SOLD)

Seiko tipe ini (6139-6002) adalah Seiko yang dibawa pertama kali ke ruang angkasa, saat itu dial yang dibawa berwarna kuning. Seiko ini memiliki dial hitam dengan warna jarum orange. Semua masih orisinal: rantai, crown dan tombol chronograph. Fungsi chronograph masih berjalan baik dan casing belum pernah dipoles dan masih bawaan dari awal.


Asking price: SOLD

For Sale: SEIKO "Bull head" cal.6138 brown face (SOLD)

Ditawarkan "The must have item" bagi penggemar Seiko: SEIKO automatic chronograph "Bull Head" atau "Mickey Mouse" dengan dial coklat bergradasi. Kondisi dial sangat mulus, kondisi tachymeter relatif bagus karena tidak ada cat-nya yang hilang, Casing mulus. Jam ini juga ditawarkan bisa dengan menggunakan rantai Seiko.



Jam SEIKO tipe sudah semakin sulit didapat dan harganya juga semakin meningkat. Cukup sulit untuk bisa mendapatkan Seiko Mickey Mouse dengan kondisi baik.

SOLD

Collecting Vintage Watches: The Challenges

Rekan-rekan penggemar arloji antik, saya ingin berbagi pengalaman dan pendapat perihal mengoleksi arloji antik.

1. Menurut saya dunia arloji antik tidak berkembang. Indikasinya adalah sebagai berikut:
Ketersediaan arloji antik semakin lama semakin berkurang. Dibandingkan dengan keadaan 5 tahun yang lalu, terasa jauh sekali perbedaannya. Mengapa demikian?
(a) karena arloji antik tidak lagi diproduksi, jadi wajar saja semakin lama akan semakin habis.
(b) karena arloji antik banyak sekali dibeli oleh pedagang luar dan orang-orang kita yang kadang secara borongan menjual langsung keluar, jadi ketersediaan di dalam negeri secara perlahan juga tergerus.

Pasar arloji antik dari sisi konsumen hanya kuat di Eropa dan Jepang. Karena itu, pedagang dari kawasan lain (Malaysia, Vietnam dan Thailand) sudah lama mencari arloji antik di Indonesia untuk dipasarkan kembali ke kawasan Eropa dan Jepang. Saya kira di ketiga negara asal pedagang itu (termasuk juga Singapura) pasar domestik mereka tidak begitu kuat. Dan mereka hanya berlaku sebagai negara pemasok saja dan konsumen mereka sebagian besar dari luar negara mereka atau juga konsumen domestik yang benar-benar berduit dan gila arloji antik. Tapi jangan salah, walau hanya sebagai pemasok, margin keuntungan yang mereka dapatkan cukup tinggi juga.

OK, kalau ketersediaan arloji antik makin berkurang mengapa kita masih mememui arloji antik di pasaran kita? Jawabannya kemungkinan seperti beriku:,
(a) masih ada barang-barang dari daerah lain (jawa timur, jawa tengah dll) meskipun kondisinya sering tidak utuh (kondisi mati, dial jelek, komponen hilang dll)

(b) masih banyak barang yang berada di tangan kolektor, kadang-kadang mereka juga melepas ke pasar dengan berbagai alasan (bosan, punya double, butuh duit dll),

(c) banyak barang re-kondisi, aspal, frankenwatch, kanibal, atau apapun namanya masuk pasar. Jadi seolah olah "masih banyak barang di pasaran" tetapi menurut saya orisinalitasnya meragukan.

B. Dunia arloji antik tidak berkembang karena komunitas penggemar juga tidak berkembang. Orang-orangnya datang dan pergi. Tidak adanya wadah dan kegiatan akan dapat membuat ikatan antar penggemar longgar. Bahkan kolektor tingkat tinggi justru tidak ingin dikenal (ada beberapa pejabat dan artis). Selain itu, persaingan antar penggemar juga ketat, bersaing memperebutkan barang dan mendapat akses ke penjual (sumber). Mengapa banyak pendatang baru sulit bertahan? Karena pendatang baru sering salah beli (kemahalan, barang palsu, barang tidak kolektibel dsb) sehingga mereka kapok dan tidak melanjutkan hobi ini. Seharusnya ada pembinaan terhadap pendatang baru sehingga mereka tidak kejeblok.

C. Dunia arloji antik tidak berkembang karena keadaan ekonomi secara umum lesu. Harga arloji antik sangat tinggi untuk ukuran pendapatan rata rata orang Indonesia (untuk merek-merek tertentu), sehingga daya beli cenderung sensitif.

D. Penggemar arloji antik masih berorientasi kepada merk (khususnya Rolex), sehingga merk di luar Rolex sulit mendapat tempat. Sebenarnya hal ini terkait dengan butir C di atas. Karena alasan ekonomi, penggemar lebih cenderung mengoleksi yang nilai ekonominya lebih menguntungkan. Kalau punya Rolex, begitu butuh uang gampang dicairkan. Jadi sifat dunia arloji kita masih 90% berorientasi kepada profit seeking. Kaum spekulan dan pedagang lebih dominan daripada yang benar-benar penikmat.

Mengembangkan komunitas penggemar arloji antik tidak mudah, karena faktor domisili dan faktor kesibukan. Kita sudah sangat tertolong oleh adanya internet ini. Selain itu, karakteristik penggemar juga macam-macam, ada yang senang segala macam merk, ada yang merk tertentu, ada yang senang barang yang murah saja dan juga ada yang mengkoleksi barang-barang yang mahal. Bagaimana menjembatani itu semua? Saya belum tahu jawabnya.

Mengoleksi arloji antik saat ini lebih banyak tantangannya. Selain faktor-faktor yang saya uraikan di atas, yang paling rumit saat ini adalah membedakan tingkat orisinalitas suatu barang. Karena ini adalah kegiatan yang terkait dengan uang dalam jumlah cukup besar maka banyak pihak berusaha mengisi kekosongan pasar dengan membuat arloji aspal. Teknologi dan keterampilan saat ini jauh lebih maju dibandingkan beberapa tahun lalu. Rolex palsu sudah halus sekali dan canggih buatannya. Semakin kolektibel semakin sensitif terhadap kondisi, jadi harus benar-benar jeli. Barang kolektibel pun dipengaruhi oleh trend dan spekulasi. Bisa jadi dalam beberapa tahun berubah, harga anjlok, harga lompat dsb. Kalau mau jadi penggemar murni silakan, tetapi kalau mau belajar jadi spekulan dikit-dikit berarti harus belajar "ilmu" lain lagi.

Posting ini ditulis oleh Bang Marga, seorang penikmat dan pemerhati arloji antik yang tinggal di Bogor.