Sabtu, 28 April 2012

Dinosaurus Brain

Mengapa perilaku kepemimpinan nasional kita tidak menunjukkan keprofesionalan selaku penyelenggara negara. Contoh ketidakprofesionalan penyelenggara negra itu antara lain terimplementasi dalam pembukaan KTT G-15 (Keprotokolan dan Tatakrama Pergaulan Internasional, yang tercantum dalam UU No. 8 Tahun 1987 tentang Keprotokolan dan PP No. 62 Tahun 2000 tentang Tata Penghormatan, Tata Tempat dan Tata Upacara), pengangkatan Kapolri (Keppres yang baru bertentangan dengan Keppres yang sebelumnya). Pemberhentian pejabat PNS versi Kabinet I/99 (likuidasi 6 instansi) tanpa prosedur hukum yang sahih. Perilaku kepemimpinan nasional yang kontroversal ini membuat rakyat bingung, apalagi juru bicara Presiden dan Wapres beserta para pengikutnya masing-masing senantiasa menyampaikan informasi yang saling dapat dipertentangkan, bahkan jika dibantah sangat mudah disetip atau di tip-ex. Itu baru sebagai contoh konkrit yang dapat diamati dan dirasakan rakyat. Mudah-mudahan segenap komponen pemimpin bangsa tidak memiliki kelakuan seperti yang dilansir oleh LPPSDM Jakarta, yang dengan diinspirasi oleh Albert Bernstein dalam karyanya : “DINOSAURUS BRAIN” 1989 ; merumuskan sifat-sifat negatif sbb :

“Suka bertingkah aneh-aneh, tidak wajar, lucu dan menggelikan. Kemauannya tidak jelas, sulit untuk dimengerti orang. Suka mengancam, menakut-nakuti dan menggertak orang. Sering marah-marah dan mengamuk tanpa ada sebab yang jelas.”

“Suka mengejek, merendahkan orang lain. Bahkan kalau menghukum orang merasa bangga dan merasa diri hebat. Tidak mau mainannya diganggu. Teritorialnya tidak boleh dimasuki orang.”

“Egois, mau menang sendiri, kurang memiliki rasa toleransi. Sok disiplin, sok peraturan, tidak ada keluwesan sama sekali. Suka cekcok dan berantem dengan sesama “SPECIES”. Tega menekan dan memeras sesama ‘bangsa”.

“Tidak peka pada perasaan orang lain, sulit diberitahu, …ndableg…Merasa paling kuat, paling besar dan paling berkuasa tetapi kalau kalah cepat lari. Anggap enteng orang, tidak menghargai sesamanya”.

“Merasa paling berjasa, sok pahlawan, sok penting, suka pamer, suka ngambeg, murung, bersikap masa bodo dan tidak bertanggung jawab. Berani hanya di kandang sendiri (jago kandang). Badan segede gunung, nyali cuma sekecil kacang ijo. Amit-amit deh”. Sumber inspirasi : Albert Bernstein : “DINOSAURUS BRAIN”, 1989.

Maksud LPPSDM Jakarta melansir Dinosaurus Brain, Karya Albert Bernstein di atas bukanlah untuk menyindir para pemimpin, namun diarahkan sebagai bahan kajian para manajer muda, agar mau dan mampu merubah perilaku pribadi mereka menjadi perilaku kelompok. Karena sangat disadari kepemimpinan masa depan bukanlah kepemimpinan pribadi/individual, melainkan kepemimpinan antar pribadi, kepemimpinan kolektif, kepemimpinan multi budaya dan bahkan Rosabeth Moss Kanter menyebutnya sebagai : Pemimpin Kosmopolitan (The Drucker Foundation : The Leader of The Future ; 1997, Hal 89). James F. Bolt menyebutnya : Pemimpin Tiga Dimensional (hal : 161).

Ciri-ciri Pemimpin Berkarakter

Aktualisasi karakter kepemimpinan yang diharapkan bangsa dan negara  adalah yang mampu mengantarkan anak bangsa dari ketergantungan (dependency) menuju kemerdekaan ( independency ), selanjutnya menuju kontinum maturasi diri yang komplit ke saling tergantungan 
(interdependency), memerlukan pembiasaan melalui contoh keteladanan perilaku para elite politik yang bergerak di eksekutif, yudikatif dan legislatif dalam taman sari demokrasi yang kondusif. Habitat yang dapat dijadikan persemaian karakter pemimpin itu antara lain harus dapat menumbuh suburkan dan mengembangkan perilaku dan sifat-sifat seperti :
  1. Kesadaran diri sendiri (self awareness) jujur terhadap diri sendiri dan terhadap oranglain, jujur terhadap kekuatan diri, kelemahan dan usaha yang tulus untuk memperbaikinya.
  2. Dasarnya seseorang pemimpin cenderung memperlakukan orang lain dalam organisasi atas dasar persamaan derajad, tanpa harus menjilat keatas menyikut kesamping dan menindas ke bawah. Diingatkan oleh Deepak Sethi agar pemimpin berempati terhadap bawahannya secara tulus.
  3. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati sehingga orang lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan gagasan-gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa hormat kepada pemimpinnya.
  4. Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing ( lawan politik ) atau musuh, dan belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya.
  5. Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu bekerja secara professional keilmuan dalam jabatannya. Hasil pekerjaanya berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
  6. Memiliki rasa kehormatan diri ( a sense of personal honour and personal dignity ) dan berdisiplin pribadi, sehingga mampu dan mempunyai rasa tanggungjawab pribadi atas perilaku pribadinya. Tidak seperti saat ini para pemimpin saling lempar ucapan pedas terhadap rekan sejawatnya yang berbeda aliran politiknya.
  7. Memiliki kemampuan berkomunikasi, semangat “ team work “, kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas. 


Prosedur Instalasi Wireless LAN

Peralatan
  1. Kompas dan peta topografi
  2. Penggaris dan busur derajat
  3. Pensil, penghapus, alat tulis
  4. GPS, altimeter, klinometer
  5. Kaca pantul dan teropong
  6. Radio komunikasi (HT)
  7. Orinoco PC Card, pigtail dan PCI / ISA adapter
  8. Multimeter, SWR, cable tester, solder, timah, tang potong kabel
  9. Peralatan panjat, harness, carabiner, webbing, cows tail, pulley
  10. Kunci pas, kunci ring, kunci inggris, tang (potong, buaya, jepit), obeng set, tie rap, isolator gel, TBA, unibell
  11. Kabel power roll, kabel UTP straight dan cross, crimping tools, konektor RJ45
  12. Software AP Manager, Orinoco Client, driver dan AP Utility Planet, firmware dan operating system (NT, W2K, W98 / ME, Linux, FreeBSD + utilitynya)
Survey Lokasi
  1. Tentukan koordinat letak kedudukan station, jarak udara terhadap BTS dengan GPS dan kompas pada peta
  2. Perhatikan dan tandai titik potensial penghalang (obstructure) sepanjang path
  3. Hitung SOM, path dan acessories loss, EIRP, freznel zone, ketinggian antena
  4. Perhatikan posisi terhadap station lain, kemungkinan potensi hidden station, over shoot dan test noise serta interferensi
  5. Tentukan posisi ideal tower, elevasi, panjang kabel dan alternatif seandainya ada kesulitan dalam instalasi
  6. Rencanakan sejumlah alternatif metode instalasi, pemindahan posisi dan alat
Pemasangan Konektor
  1. Kuliti kabel coaxial dengan penampang melintang, spesifikasi kabel minimum adalah RG 8 9913 dengan perhitungan losses 10 db setiap 30 m
  2. Jangan sampai terjadi goresan berlebihan karena perambatan gelombang mikro adalah pada permukaan kabel
  3. Pasang konektor dengan cermat dan memperhatikan penuh masalah kerapian
  4. Solder pin ujung konektor dengan cermat dan rapi, pastikan tidak terjadi short
  5. Perhatikan urutan pemasangan pin dan kuncian sehingga dudukan kabel dan konektor tidak mudah bergeser
  6. Tutup permukaan konektor dengan aluminium foil untuk mencegah kebocoran dan interferensi, posisi harus menempel pada permukaan konektor
  7. Lapisi konektor dengan aluminium foil dan lapisi seluruh permukaan sambungan konektor dengan isolator TBA (biasa untuk pemasangan pipa saluran air atau kabel listrik instalasi rumah)
  8. Terakhir, tutup seluruh permukaan dengan isolator karet untuk mencegah air
  9. Untuk perawatan, ganti semua lapisan pelindung setiap 6 bulan sekali
  10. Konektor terbaik adalah model hexa tanpa solderan dan drat sehingga sedikit melukai permukaan kabel, yang dipasang dengan menggunakan crimping tools, disertai karet bakar sebagai pelindung pengganti isolator karet
Pembuatan POE
  1. Power over ethernet diperlukan untuk melakukan injeksi catu daya ke perangkat Wireless In A Box yang dipasang di atas tower, POE bermanfaat mengurangi kerugian power (losses) akibat penggunaan kabel dan konektor
  2. POE menggunakan 2 pair kabel UTP yang tidak terpakai, 1 pair untuk injeksi + (positif) power dan 1 pair untuk injeksi – (negatif) power, digunakan kabel pair (sepasang) untuk menghindari penurunan daya karena kabel loss
  3. Perhatikan bahwa permasalahan paling krusial dalam pembuatan POE adalah bagaimana cara mencegah terjadinya short, karena kabel dan konektor power penampangnya kecil dan mudah bergeser atau tertarik, tetesi dengan lilin atau isolator gel agar setiap titik sambungan terlindung dari short
  4. Sebelum digunakan uji terlebih dahulu semua sambungan dengan multimeter
Instalasi Antena
  1. Pasang pipa dengan metode stack minimum sampai ketinggian 1st freznel zone terlewati terhadap obstructure terdekat
  2. Perhatikan stabilitas dudukan pipa dan kawat strenght, pasang dudukan kaki untuk memanjat dan anker cows tail
  3. Cek semua sambungan kabel dan konektor termasuk penangkal petir bila ada
  4. Pasang antena dengan rapi dan benar, arahkan dengan menggunakan kompas dan GPS sesuai tempat kedudukan BTS di peta
  5. Pasang kabel dan rapikan sementara, jangan sampai berat kabel menjadi beban sambungan konektor dan mengganggu gerak pointing serta kedudukan antena
  6. Perhatikan dalam memasang kabel di tower / pipa, jangan ada posisi menekuk yang potensial menjadi akumulasi air hujan, bentuk sedemikian rupa sehingga air hujan bebas jatuh ke bawah
Instalasi Perangkat Radio
  1. Instal PC Card dan Orinoco dengan benar sampai dikenali oleh OS tanpa konflik dan pastikan semua driver serta utility dapat bekerja sempurna
  2. Instalasi pada OS W2K memerlukan driver terbaru dari web site dan ada di CD utility kopian, tidak diperlukan driver PCMCIA meskipun PNP W2K melakukannya justru deteksi ini menimbulkan konflik, hapus dirver ini dari Device Manager
  3. Instalasi pada NT memerlukan kecermatan alokasi alamat IO, IRQ dan DMA, pada BIOS lebih baik matikan semua device (COM, LPT dll.) dan peripheral (sound card, mpeg dll.) yang tidak diperlukan
  4. Semua prosedur ini bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 30 menit tidak termasuk instalasi OS, lebih dari waktu ini segera jalankan prosedur selanjutnya
  5. Apabila terus menerus terjadi kesulitan instalasi, untuk sementara demi efisiensi lakukan instalasi dibawah OS Win98 / ME yang lebih mudah dan sedikit masalah
  6. Pada instalasi perangkat radio jenis Wireless In A Box (Mtech, Planet, Micronet dlll.), terlebih dahulu lakukan update firmware dan utility
  7. Kemudian uji coba semua fungsi yang ada (AP, Inter Building, SAI Client, SAA2, SAA Ad Hoc dll.) termasuk bridging dan IP Addressing dengan menggunakan antena helical, pastikan semua fungsi berjalan baik dan stabil
  8. Pastikan bahwa perangkat Power Over Ethernet (POE) berjalan sempurna
Pengujian Noise
  1. Bila semua telah berjalan normal, install semua utility yang diperlukan dan mulai lakukan pengujian noise / interferensi, pergunakan setting default
  2. Tanpa antena perhatikan apakah ada signal strenght yang tertangkap dari station lain disekitarnya, bila ada dan mencapai good (sekitar 40 % – 60 %) atau bahkan lebih, maka dipastikan station tersebut beroperasi melebihi EIRP dan potensial menimbulkan gangguan bagi station yang sedang kita bangun, pertimbangkan untuk berunding dengan operator BTS / station eksisting tersebut
  3. Perhatikan berapa tingkat noise, bila mencapai lebih dari tingkat sensitifitas radio (biasanya adalah sekitar – 83 dbm, baca spesifikasi radio), misalnya – 100 dbm maka di titik station tersebut interferensinya cukup tinggi, tinggal apakah signal strenght yang diterima bisa melebihi noise
  4. Perhitungan standar signal strenght adalah 0 % – 40 % poor, 40 % - 60 % good, 60 % - 100 % excellent, apabila signal strenght yang diterima adalah 60 % akan tetapi noisenya mencapai 20 % maka kondisinya adalah poor connection (60 % - 20 % - 40 % poor), maka sedapat mungkin signal strenght harus mencapai 80 %
  5. Koneksi poor biasanya akan menghasilkan PER (packet error rate – bisa dilihat dari persentasi jumlah RTO dalam continous ping) diatas 3 % – 7 % (dilihat dari utility Planet maupun Wave Rider), good berkisar antara 1 % - 3 % dan excellent dibawah 1 %, PER antara BTS dan station client harus seimbang
  6. Perhitungan yang sama bisa dipergunakan untuk memperhatikan station lawan atau BTS kita, pada prinsipnya signal strenght, tingkat noise, PER harus imbang untuk mendapatkan stabilitas koneksi yang diharapkan
  7. Pertimbangkan alternatif skenario lain bila sejumlah permasalahan di atas tidak bisa diatasi, misalkan dengan memindahkan station ke tempat lain, memutar arah pointing ke BTS terdekat lainnya atau dengan metode 3 titik (repeater) dll.
Perakitan Antena
  1. Antena microwave jenis grid parabolic dan loop serta yagi perlu dirakit karena terdiri dari sejumlah komponen, berbeda dengan jenis patch panel, panel sector maupun omni directional
  2. Rakit antena sesuai petunjuk (manual) dan gambar konstruksi yang disertakan
  3. Kencangkan semua mur dan baut termasuk konektor dan terutama reflektor
  4. Perhatikan bahwa antena microwave sangat peka terhadap perubahan fokus, maka pada saat perakitan antena perhatikan sebaik-baiknya fokus reflektor terhadap horn (driven antena), sedikit perubahan fokus akan berakibat luas seperti misalnya perubahan gain (db) antena
  5. Beberapa tipe antena grid parabolic memiliki batang extender yang bisa merubah letak fokus reflektor terhadap horn sehingga bisa diset gain yang diperlukan
Pointing Antena
  1. Secara umum antena dipasang dengan polarisasi horizontal
  2. Arahkan antena sesuai arah yang ditunjukkan kompas dan GPS, arah ini kita anggap titik tengah arah (center beam)
  3. Geser antena dengan arah yang tetap ke kanan maupun ke kiri center beam, satu per satu pada setiap tahap dengan perhitungan tidak melebihi ½ spesifikasi beam width antena untuk setiap sisi (kiri atau kanan), misalkan antena 24 db, biasanya memiliki beam width 12 derajat maka, maksimum pergeseran ke arah kiri maupun kanan center beam adalah 6 derajat
  4. Beri tanda pada setiap perubahan arah dan tentukan skornya, penentuan arah terbaik dilakukan dengan cara mencari nilai average yang terbaik, parameter utama yang harus diperhatikan adalah signal strenght, noise dan stabilitas
  5. Karena kebanyakan perangkat radio Wireless In A Box tidak memiliki utility grafis untuk merepresentasikan signal strenght, noise dsb (kecuali statistik dan PER) maka agar lebih praktis, untuk pointing gunakan perangkat radio standar 802.11b yang memiliki utility grafis seperti Orinoco atau gunakan Wave Rider
  6. Selanjutnya bila diperlukan lakukan penyesuaian elevasi antena dengan klino meter sesuai sudut antena pada station lawan, hitung berdasarkan perhitungan kelengkungan bumi dan bandingkan dengan kontur pada peta topografi
  7. Ketika arah dan elevasi terbaik yang diperkirakan telah tercapai maka apabila diperlukan dapat dilakukan pembalikan polarisasi antena dari horizontal ke vertical untuk mempersempit beam width dan meningkatkan fokus transmisi, syaratnya kedua titik mempergunakan antena yang sama (grid parabolic) dan di kedua titik polarisasi antena harus sama (artinya di sisi lawan polarisasi antena juga harus dibalik menjadi vertical)
Pengujian Koneksi Radio
  1. Lakukan pengujian signal, mirip dengan pengujian noise, hanya saja pada saat ini antena dan kabel (termasuk POE) sudah dihubungkan ke perangkat radio
  2. Sesuaikan channel dan nama SSID (Network Name) dengan identitas BTS / AP tujuan, demikian juga enkripsinya, apabila dipergunakan otentikasi MAC Address maka di AP harus didefinisikan terlebih dahulu MAC Address station tersebut
  3. Bila menggunakan otentikasi Radius, pastikan setting telah sesuai dan cobalah terlebih dahulu mekanismenya sebelum dipasang
  4. Perhatikan bahwa kebanyakan perangkat radio adalah berfungsi sebagai bridge dan bekerja berdasarkan pengenalan MAC Address, sehingga IP Address yang didefinisikan berfungsi sebagai interface utility berdasarkan protokol SNMP saja, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam tabel routing 
  5. Tabel routing didefinisikan pada (PC) router dimana perangkat radio terpasang, untuk Wireless In A Box yang perangkatnya terpisah dari (PC) router, maka pada device yang menghadap ke perangkat radio masukkan pula 1 IP Address yang satu subnet dengan IP Address yang telah didefinisikan pada perangkat radio, agar utility yang dipasang di router dapat mengenali radio
  6. Lakukan continuos ping untuk menguji stabilitas koneksi dan mengetahui PER
  7. Bila telah stabil dan signal strenght minimum good (setelah diperhitungkan noise) maka lakukan uji troughput dengan melakukan koneksi FTP (dengan software FTP client) ke FTP server terdekat (idealnya di titik server BTS tujuan), pada kondisi ideal average troughput akan seimbang baik saat download maupun up load, maksimum troughput pada koneksi radio 1 mbps adalah sekitar 600 kbps dan per TCP connection dengan MTU maksimum 1500 bisa dicapai 40 kbps
  8. Selanjutnya gunakan software mass download manager yang mendukung TCP connection secara simultan (concurrent), lakukan koneksi ke FTP server terdekat dengan harapan maksimum troughput 5 kbps per TCP connection, maka dapat diaktifkan sekitar 120 session simultan (concurrent), asumsinya 5 x 120 = 600
  9. Atau dengan cara yang lebih sederhana, digunakan skala yang lebih kecil, 12 concurrent connection dengan trouhput per session 5 kbps, apa total troughput bisa mencapai 60 kbps (average) ? bila tercapai maka stabilitas koneksi sudah dapat dijamin berada pada level maksimum
  10. Pada setiap tingkat pembebanan yang dilakukan bertahap, perhatikan apakah RRT ping meningkat, angka mendekati sekitar 100 ms masih dianggap wajar

Multimedia To Home

Multimedia masuk ke rumah-rumah? Mengapa tidak! Layanan multimedia berupa kanal-kanal TV, News, dan High Speed Internet, secara bersamaan saat ini sudah dapat dinikmati langsung oleh jutaan pemirsa TV dan pelanggan internet di rumah-rumah di seluruh Indonesia. Dengan bermodalkan sebuah card yang dilengkapi antena parabola biasa, user sudah bisa menikmati siaran-siaran TV seperti CNN, Bloomberg, dsb, sembari mendownload file-file MP3 dari Internet. Tidak itu saja, kecepatan download dari Internetpun sangat cepat mencapai 15 s/d 50 kali kecepatan download Internet sekarang lewat dial/up. Pernahkan Anda merasakan download file Game Quake III 47 Mpbs kurang dari 15 menit?

PERKAWINAN TV BROADCASTING DAN INTERNET
Satu kata kunci yang sering disebut-sebut oleh pengamat TI adalah: konvergensi. Dan ini selalu dikaitkan dengan Internet. Gampang dilihat, sekarang Internet mencoba melebarkan servisnya ke layanan TV, jadilah Internet TV. Tidak ketinggalan TV Broadcastingpun melebarkan kemampuaannya agar Internet enabled. Lalu kenapa keduanya tidak kawin saja? Ya, perkawinan itu sekarang sudah terjadi dan hasilnya muncul teknologi DVB (Digital Video Broadcasting) yaitu sebuah teknologi yang memungkinkan paket-paket data (khususnya paket data IP – Intenet Protocol) ikut “nebeng” dalam kanal-kanal siaran TV Broadcsting.
Pilar yang ikut memperkuat perkawinan tersebut adalah lahirnya teknologi kompresi video dan audio yang sangat canggih yaitu teknologi MPEG (Motion Picture Expert Group). Kompresi MPEG ini dapat mengkompresi data-data digital sampai dengan 10 kali bahkan lebih tanpa mengurangi kualitas gambar dan suara.
Hal lain yang semakin memuluskan perkawinan teknologi TV Broadcasting dengan Internet ini adalah keluasan implementasi protokol IP (Internet Protocol) karena didukung oleh massive-nya subcriber internet di seluruh jagad saat ini, yang menyebabkan mau tidak mau semua protokol transport maupun network harus bisa berbicara dengan protokol IP ini. Disamping itu IP sendiri secara teknologi telah mensupport applikasi-aplikasi streaming video satu arah dengan teknologi IP Multicast. 

CIKAL BAKAL “MTH”
Sebenarnya layanan Multimedia To Home (disingkat MTH) ini bukanlah termasuk barang yang benar-benar baru. Di Amerika produk/layanan ini sudah ada pertengahan tahun ’94 dengan proyek yang dinamakan DirectTV dan DirectPC oleh HNS (Hughes Network System). Sukses layanan diatas sangatlah cepat dimana dalam satu tahun setelah peluncuran sudah menggaet lebih dari satu juta pelanggan. DirectTV adalah layanan TV Satelit digital seperti layaknya layanan TV Satelit Indovision di Indonesia. Dengan antena dish yang cukup kecil, TV dirumah dapat menangkap beragam siaran TV, mulai dari siaran berita, edukasi, hiburan, dll.
Sedangkan DirectPC adalah layanan Internet kecepatan tinggi asimetrik dimana “request” menggunakan jalur telepon biasa sedangkan “reply” diterima dari satelit (melalui antena parabola). 
Pada saat itu DirectTV maupun DirectPC menggunakan standar propietary Hughes, dimana layanan ini menggunakan DBS (Digital Broadcast Satellite) pada transmisi ke satelitnya dan menggunakan MPEG 1.5 (istilah tidak resmi untuk MPEG 1 yang dikanibal). Memang pada saat itu standar MPEG 2 belum diratifikasi, sehingga Hughes memodifikasi standar MPEG 1. Modifikasi ini perlu karena standar MPEG 1 masih memiliki beberapa kelemahan jika diimplementasikan dalam TV Broadcasting.
Pada saat yang hampir sama, sebuah konsorsium di Eropa mengembangkan standar baru untuk TV Broadcasting digital, yang kemudian memunculkan standar DVB (Digital Video Broadcast). Standar DVB ini merupakan Open Standar, sehingga setiap manufaktur bisa membuat receiver atau decoder yang comply dengan standar ini. Dengan sifat terbuka tersebut dalam waktu singkat teknologi dan standar DVB ini dapat diterima diseluruh dunia termasuk di benua Amerika sendiri. Satu persatu siaran-siaran TV yang memancar secara analog ke satelit mengkonversikan diri menjadi memancar secara digital dengan format DVB.

SERVICE YANG TERSEDIA DI “MTH”
Saat ini layanan “MTH” menyediakan 3 layanan utama, yaitu: Internet kecepatan tinggi, Video and News Broadcasting, dan Distribusi File. Layanan Internet kecepatan tinggi ini bisa berlangsung karena downstream dari Internet diterima dari satelit dengan kapasitas hampir full transponder (+/- 30 Mbps). PC user harus memiliki sambungan ke Internet terlebih dahulu lewat dial/up maupun leased line untuk dapat menikmati layanan ini. Kecepatan download rata-rata 200 s/d 400 kbps dan dapat burst up sampai dengan 1.5 Mbps.
Pada saat yang sama user dapat menikmati siaran-siarang TV atau Video seperti CNN, Bloomberg, Disney, dsb. Dan untuk customer-customer tertentu seperti corporate, dapat menikmati layanan Distribusi File dengan teknologi Push ataupun Pull, dimana pada waktu-waktu yang telah dijadwalkan PC user menerima satu atau beberapa file yang langsung terekam di Hard Disk user secara otomatis. Layanan ini sangat cocok untuk cetak jarak jauh, distribusi Video dan Musik dalam format MPG atau mp3, dan pembelajaran jarak jauh.
Saat ini penyedia jasa “MTH” ini di Indonesia sudah ada tiga perusahaan, yaitu: PT. Satelindo (dengan layanan Palapanet), PT TELKOM (Dengan layanan Turbonet) dan PT. Infokom Elektrindo (dengan layanan MELESAT). Ketiga penyedia jasa ini menggunakan teknologi yang kurang lebih sama yaitu DBV, MPEG, dan IP.

Selamat datang era multimedia yang sesungguhnya!

Menabur Satelit ke Bumi Menuai Data di Langit

SKY is the limit. Langit batasnya. Ungkapan ini tepat untuk menggambarkan, sebenarnya akses informasi dalam perkembangan pesat teknologi informasi sekarang ini batasnya adalah langit. Di tengah-tengah para pemain industri telekomunikasi mencari berbagai peluang dan mendorong percepatan akses informasi melalui kabel atau nirkabel melalui serat optik dan gelombang udara, muncul peluang lain untuk bisa mengakses informasi melalui gelombang satelit.Memang sekarang ini muncul persoalan serius di mana percepatan pertambahan informasi dibanding dengan infrastruktur jaringan akses bandwith yang tersedia sekarang ini sudah tidak memadai. Semua pengguna jaringan Internet sekarang ini menghadapi persoalan serius lambatnya akses ke berbagai informasi mancanegara yang sekarang ini jumlahnya sudah tidak terhitung berapa terabyte teks, belum lagi ditambah dengan semakin banyaknya informasi berupa audio dan video yang bertambah dalam skala gigantic. 
Persoalannya memang terletak pada infrastruktur telekomunikasi yang memiliki berbagai kendala, mulai dari regulasi yang berkaitan dengan masalah telekomunikasi yang berbeda di setiap negara, persoalan tidak memadainya dana investasi untuk mengembangkan jaringan yang ada, tingginya biaya produksi karena berbagai faktor termasuk non-ekonomi, hambatan politik di berbagai negara termasuk persoalan nasionalisme, faktor pemilihan teknologinya sendiri yang tepat guna, dan persoalan-persoalan lainnya. 
Kecepatan eksponensial teknologi informasi, khususnya jaringan Internet, tidak mau pusing dengan persoalan-persoalan ini. Either you catch up or left behind. Dan karena ketertinggalan dalam masalah akses ke jaringan Internet yang lambat karena persoalan infrastruktur telekomunikasi yang tidak memadai, dengan sendirinya juga akan memperburuk kesan pengguna jaringan Internet yang seharusnya menstimulasi personal excitement karena memperolah pengalaman yang berbeda dari perkembangan pesat multimedia dewasa ini. 
Artinya, jaringan Internet tidak akan menunggu siapa yang akan membeli siapa dalam persoalan antara PT Telkom dan PT Indosat. Karena, pengakses awam jaringan Internet tidak mau pusing juga dengan persoalan yang dihadapi BUMN yang menurut seorang pejabat kepada Kompas di tengah acara ITU Telecom 2000 di Hongkong, 4-9 Desember 2000, akan diadu secara terbatas. 
Apa yang dimaksud dengan kompetisi terbatas ini memang tidak jelas. Tetapi, yang pasti pemerintah tidak berniat untuk melakukan deregulasi secara penuh di bidang telekomunikasi ini. Artinya, pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia masih panjang jalannya. Artinya, orang yang mengakses jaringan Internet di Indonesia sekarang ini masih tetap lambat karena tidak memadainya jaringan yang tersedia. Artinya, biaya mengakses jaringan Internet tetap mahal, karena dibutuhkan waktu yang lama untuk mengakses trilyunan data dari jaringan Internet. Artinya, artinya, artinya, dan arti lainnya yang menghambat perkembangan teknologi informasi di Indonesia secara keseluruhan, termasuk proses mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Satelit Palapa 
Banyak analis telekomunikasi yang memperkirakan akses Internet melalui jaringan broadband (DSL) dan modem berkecepatan tinggi akan meningkat empat kali lipat dalam kurun waktu lima tahun mendatang, kenyataan-kenyataan yang muncul di atas masih ada dan akan terus ada orang-orang yang tidak bisa mengakses jaringan Internet melalui metode-metode yang yang menggunakan kabel. Setidaknya untuk ukuran Indonesia, yang geografis dan jumlah penduduknya yang besar, jelas pertumbuhan empat kali lipat sampai tahun 2005 merupakan sebuah mimpi. 
Akan tetapi, ini tidak berarti tidak ada jalan ke luar terhadap tingginya permintaan dan kebutuhan untuk mengakses jaringan Internet. Ada sesuatu yang terlupakan dalam mengamati perkembangan teknologi telekomunikasi dewasa ini, teknologi satelit. Indonesia adalah pemain awal dalam teknologi satelit yang dikenal dengan nama Palapa yang diluncurkan pada tahun 1976 untuk keperluan domestik. 
Peluncuran satelit Palapa ini menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga setelah AS dan Kanada dalam teknologi persatelitan. Keputusan Presiden Soeharto ketika itu untuk membeli satelit Palapa ini, sekarang terlihat manfaatnya. Mungkin tanpa satelit Palapa sudah tidak ada Indonesia yang kita kenal sekarang ini, satelit komunikasi yang menghubungkan seluruh Kepulauan Nusantara dari Sabang sampai Merauke. 
Di kawasan Asia-Pasifik sekarang ini, bertebaran berbagai satelit milik berbagai negara. Australia sekarang memiliki empat buah satelit (seri Optus), Cina memiliki tiga satelit (ChinaSat, ChinaStar, dan SinoSat), Hongkong tiga satelit (seri Apstar), India memiliki lima satelit (seri Insat), Indonesia empat satelit (seri Palapa dua buah C1 dan C2, Telkom 1, dan Cakrawarta-1), Jepang memiliki 15 buah (seri BSAT, JCSAT, dan NSTAR, dan Superbiird), Malaysia dua buah (seri MeaSat), Filipina satu buah (seri Agila yang merupakan joint venture dengan Indonesia dan RRC), Singapura-Taiwan satu buah (ST-1), Korsel tiga buah (seri KoreaSat), dan Thailand tiga buah (seri Thaicom). Masih ada sekitar 13 buah satelit yang akan diluncurkan sampai dengan tahun 2002 mendatang. 
Bayangkan, sejak peluncuran satelit Palapa 24 tahun lalu sekarang ini sudah ada 44 buah satelit yang gentayangan di orbit bumi di atas kawasan Asia-Pasifik. Dari perkembangan pesat teknologi satelit ini menunjukkan bahwa kawasan Asia-Pasifik yang tidak terkoneksi semuanya mulai beralih ke telekomunikasi satelit mempermudah akses telepon dan jaringan Internet. 
Menurut penelitian Pioneer Consulting di AS, pendapatan dari total satelit broadband di seluruh dunia akan meningkat dari 200 juta dollar AS pada tahun 1999 menjadi 37 milyar dollar AS pada tahun 2008. Dari jumlah ini, kawasan Asia-Pasifik memberikan sumbangan terbesar setelah AS sendiri. Mungkin satelit akan menjadi alternatif menarik untuk mempercepat dan menerobos bottleneck yang sekarang terjadi dalam infrastruktur telekomunikasi, khususnya di Indonesia, menuju ke jaringan Internet secara lebih cepat dan efisien.

StarBand 
Mengakses jaringan Internet melalui satelit sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Hughes Network System yang memproduksi DirecPC dengan menghubungkan komputer PC mengakses jaringan Internet melalui satelit. Ketika awal diperkenalkan sekitar tahun 1994 pada pameran Comdex di Las Vegas, AS, DirecPC hanya bekerja satu arah, artinya pengakses jaringan Internet tetap menggunakan jaringan telepon untuk mengirim data melalui penyedia jasa Internet (ISP), tetapi menerima data dari jaringan Internet melalui satelit dengan kecepatan beberapa kali di atas kecepatan modem. 
Sekarang, dengan pesatnya perkembangan jaringan Internet, sebuah perusahaan StarBand Communications (http://www.starband.com) bekerja sama dengan EchoStar (http://www.dishnetwork.com/content/aboutus/index.shtml) dan Microsoft (http://www.microsoft.com) meperkenalkan jasa StarBand Internet, sebuah jasa akses Internet berbasis satelit. StarBand mengirim dan menerima data melalui satelit, dan tidak memerlukan sambungan telepon dan yang menarik akses ke Internet bersifat always on. 
StarBand menerima data lebih cepat dari dibanding mengirim data. Menurut StarBand, menerima data (downstream) bisa mencapai kecepatan rata-rata 500 kbps pada tingkat maksimum, dan 150 kbps pada waktu sibuk. Sedangkan kecepatan mengirim data (upstream) lebih lambat dan berkisar pada 50 kbps. Dewasa inim StarBand menggunakan dua buah satelit masing-masing GE-4 dan Telstar 7. 
Persoalan muncul pada saat terjadi hujan atau salju. Beberapa pengguna StarBand mengatakan, kecepatan akses menurun pada saat cuaca seperti ini. Persoalan lainnya muncul, sebenarnya di luar kendali StarBand sendiri, terjadi pada kinerja host server memuat situs-situs Web yang menjadi sasaran browser yang digunakan. Memang mempunyai kemampuan akses kecepatan tinggi bukan merupakan jaminan pula untuk memperoleh kinerja berkecepatan tinggi. 
Dengan biaya instalasi termasuk antena parabola, perangkat lunak, dan kartu pengendali sebesar 900 dolar AS (sekitar Rp 1 juta) serta biaya bulanan sebesar 60 dollar AS (sekitar Rp 750.000), StarBand termasuk mahal dibanding dengan menggunakan modem kabel atau DSL. Namun, penggunaan StarBand atau akses jaringan Internet lain melalui satelit mungkin jauh lebih fantastis dibanding menggunakan kecepatan analog seperti sekarang ini. 

Sinar laser 
Pilihan lain untuk mengakses jaringan Internet yang tidak kalah menarik adalah apa yang dilakukan oleh TeraBeam Networks (http://www.terabeam.com) yang mengembangkan sebuah jaringan laser, bisa mentransfer 1 gigabit data per detik melalui udara. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1997 ini, menargetkan pengembangan usaha jaringan lasernya pada perusahaan menengah dan besar dalam memenuhi kebutuhan transmisi data. 
Cara bekerjanya? Secara tradisional transmisi melalui serat optik (fiber-optic) membawa data sebagai cahaya melalui serat-serat seperti kaca di jaringan ini. Pada saat sinyal mencapai tujuannya, sebuah penerima akan mengubahnya dari cahaya menjadi data kembali. 
Teknologi optik nonserat TeraBeam menghilangkan keberadaan fisik kabel serat optik, menghilangkan keterlambatan yang ada pada jaringan telepon dalam jalur T1 dan DSL, serta menghindari penumpukan yang terjadi pada saat ketika data berjalan pada jaringan optik harus mengubahnya menjadi denyut elektrik pada kabel tembaga. Berbeda dengan komunikasi laser nirkabel antartitik (point to point), teknologi TeraBeam bisa beroperasi dari atap gedung atau melalui jendela kaca, serta tidak perlu untuk mengkabelkan gedung atau menetapkan posisi tertentu. 
Sinyal TeraBeam menjelajah dalam kecepatan panjang gelombang sebesar 1.550 nanometer, sebuah spektrum kecepatan yang terletak antara cahaya yang terlihat dan cahaya ultraviolet. Harga alat penerimanya sekitar 150 dollar AS atau sekitar Rp 1,5 juta berupa sebuah dish kecil yang terhubungan ke jaringan kerja lokal (LAN), yang begitu terhubungkan memerlukan jarak pandang yang bebas antara transmis dan penerima. 
Pertanyaan yang muncul dari teknologi adalah apa yang akan terjadi kalau hujan lebat, panas, salju, atau berkabut? Berapa akurat sebenarnya sinar laser, dan apakah bisa menembus kaca? Apa yang akan terjadi kalau seekor burung terbang melintas sinar laser? Apakah burung itu akan jatuh tewas dan mengganggu lintas transmisi? Semua ini tidak akan mengganggu transmisi sinar laser, dan mungkin satunya burung yang berpotensi mengganggu jaringan transmisi data laser ini adalah burung yang disebut pembom B-52. 
Sekarang banyak cara untuk bisa mengakses ke jaringan Internet. Bagi mereka yang serius untuk terus mengeksplorasi potensi dan peluang yang tersedia di jaringan Internet, lupakan PT Telkom. Sudah waktunya mengejar ketertinggalan, lihat ke langit karena di sana terletak potensi dan peluang yang tidak ada batasnya. The sky is your limit.

Senin, 23 April 2012

Network File System


Protokol NFS
Jika Anda menggunakan UNIX workstation, Anda akan memerlukan NFS untuk menghubungkan File system-files system yang ada. Sistem Solaris 2.5 mendukung dua versi protokol NFS. Versi 2 NFS di implementasikan pada tahun 1984 dan direlease pada SunOS 2.0. Versi 3 dibuat tahun 1992 ketika beberapa grup bergabung untuk membuatnya, dan diumumkan pada tahun 1994 pada konferensi USENIX di Boston. 
Versi 3 ini masih baru untuk beberapa mesin, Jadi pilihannya tergantung pada pemakai, jika tidak dapat menggunakan Versi 3, maka sebagai default digunakan versi 2. 
Ide dasar NFS cukup sederhana. Ketika kita menambahkan suatu disk pada sistem UNIX, maka kita menggabungkan disk itu pada file system yang sudah ada dengan menggunakanperintah mount. Disk yang baru membentuk cabang baru dari tiga struktur. Kita dapat berpindah ke dalamnya dengan perintah cd dan mengakses file-filenya. Dengan NFS Kita melakukan hal yang sama. Kita sebagai client, memberikan perintah mount  yang dikirimkan ke remote server, dan bagian dari struktur file system menggabungkan lokal file system. Server sekarang mempunyai daftar mesin yang diijinkan mengakses file system tersebut.
Pada SunOS, daftar tersebut terdapat pada file yang bernama /etc/exports. Pada Solaris, daftar dikontrol  oleh perintah share, yang dapat ditemukan pada /etc/dfs/dfstab. Ketika proses pada client mengakses remote file dengan membaca system, sebagai contoh, maka panggilan sistem tersebut akan dikembalikan ke network dengan menggunakna protokol NFS. Server mengecek validitas dari request, dan menampilkan operasi yang diinginkan. 
Sekali kita telah me-mount remote file system pada satu struktur file, kapanpun kita menginginkan file pada tempat kita melakukan mount,  sytem akan menerjemahkan perintah itu ke dalam NFS request dan mengirimkan ke network dari server. Server akan mengeksekusi permintaan tersebut dan akan mengembalikan kepada kernel. Sebagai balasannya, kernel akan memberikan resume ke proses jika permintaan itu dilayani oleh local disk.
NFS protokol mengasumsikan bahwa server tidak menahan kondisi apapun dari client. Sebagai contoh, UNIX yang normal membaca panggilan sistem mengingan seberapa jauh proses yang berbeda harus membaca suatu file yang ditulis. Panggilan yang berurut dapat digunakan suatu file dari awal hingga akhir.  NFS akan memberikan “ dimana kita sekarang “ pada satu client, dan ketika menscan suatu file, ini merupakan kerjaan client untuk mengirimkan perintah-perintah membaca dan masing-masingnya berisi posisi dan ukuran informasi.
Jadi dalam hal ini server tidak cerdas. Ia tidak tahu menahu tentang apa-apa ynag dilakukan user. Client melakukan beberapa hal untuk efisiensi, yaitu : mengingan posisi, dan menyimpan informasi sehingga tidak harus mengulang dengan menelusuri jaringan kembali. 
Tujuan awal dari desain NFS serndiri adalah agar remote file system tidak harus terikat pada UNIX, sehingga tidak kaku untuk menggunakan UNIX file system. Maka tujuan untuk membuat suatu system yang  dapat mensupport berbagai tipe file sisyem yang ada telah terlaksana. 
NFS server stateless. Karena secara sedern\hana ia mengirimkan permintaan transaksi dan melakukan proses. Setiap permintaan adalah kejadian yang independent dan secara teori, pengapdate-an file dapat terjadi dalam berbagai cara. Statelessness merupakan criteria desain asli dari NFS yang dapat mencegah dari crash recovery. Ketika server crash, client cukup menunggu sampai server kembali jalan dan meneruskan operasi. 

NFS versi 3
Masalah terbesar dari NFS versi 2 adalah kebutuhan server NFS untuk melakukan penulisan secara sinkron. Ketika satu client memberikan permintaan untuk menulis, ia mengirimkan satu RPC yang mengatakan “ Tulis data ini pada posisi ini dan ini pada file. Server tidak dapat membalas RPC ini dengan menjawab “dane” sampay data benar-benar telah tersimpan pada media penyimpanan yang aman, antara lain Hardisk ataupun magnetik disk.  Jika dikatakan “OK” ketika ia masih ada di memory dan tiba-tiba sistem crash. sebelum sempat menulisnya ke dalam media penyimpanan, maka kemudian file berada dalam kondisi yang tidak konsisten karena client mengira bahwa ia menulis data yang sebenarnya tidak ada pada disk. Server harus melakukan penulisan  dan tidak mengembalikan hasilnya sampai data benar-benar telah tertulis pada disk. Client harus menunggu sampai operasi write telah selesai. 
Hal ini menghasilkan bottle neck  untuk pengimplementasian NFS. Beberapa sistem memberikan kondisi tidak aman untuk mode menulis dimana data ditahan pada memori server dan harapan client untuk tidak sering terjadi crash. 
Saat ini data ditulis pada disk. Sehingga jika sistem crash sistem akan menuliskan data yang belum senpat di save sebelum melakukan bootstraping. 
Versi 3 meningkatkan performansi dengan mengijinkan client untuk memilih transaksi asyncronous dan kemudian mengirimkan perintah yang mengatakan “ ok dan tulis data pada disk”. Operasinya dipenuhi dengan “ write verifier” . 
Versi 3 mengijinkan NFS menggunakan hubungan TCP/IP pada remote machine dibandingkan dengan menggunakan UDP. Penggunaan UDP justru kemunduran karena kelambatannya. Pemikiran bahwa TCP/IP menyebabkan terlalu banyak protokol yang tidak digunakna dan otomatis akan menurunkan kecepatan operasi NFS. dDisainer NFS kemudian menemukan bahwa ada kebutuhan untuk memberikan banyak layanan dari TCP/IP, seperti reliability, error recovery, congestion control, timeout dan seterusnya. Kode UDP menjadi dapat diimplementasikan pada aspek tertentu dari TCP/IP. Agar adil, kecepatan meningkat dengan meningkatnya kecepatan prosesor dimana disain NFS yang asli membuat protokol TCP semakin efisien.
Versi 3 memiliki tambahan performansi dengan mengurangi protokol yang menganggur ketika mengembalikan informasi direktori. Tujuannya adalah untuk mendukung pada kondisi yang sering terjadi. 
Versi 3 menyediakan beberapa  help untuk client untuk mempunyai cache informasi yang disimpan pada server.
Akhirnya Versi 3 support file 64-bit.
Oleh karena itu, gunakan versi 3 jika dapat, karena keuntungan diatas, dan tentu saja semampuan internetwork pada implementasi sebelumnya juga menjadi salah satu tujuan pendesainannya.

Dari RT-RW ke Internet menuju Pasar Modal


2,4 ghz utk publik!. Jika kita memasuki dan mencoba memahami komunitas aktivis telematika tanah air, maka moto tersebut terasa akrab dalam 3 tahun terakhir ini sebagai sebuah spirit sekelompok anak bangsa yang mencita-citakan kemandirian ekonomi negerinya.

Semangat tersebut merupakan jiwa perjuangan yang dilakukan untuk menyikapi sikap regulasi pemerintah dalam bentuk sweeping atau bahkan terakhir labelisasi perangkat WLAN (wireless local area network) yang bekerja secara internasional di pita frekuensi yang "dianggap" bebas oleh banyak negara tersebut. Alasannya mulai dr peran pemerintah untuk menjaga fairness di frekuensi telekomunikasi yang wajar dan teratur sampai ke isu pundi-pundi pemerintah dalam bentuk pendapatan negara bukan pajak yang diistilahkan sebagai biaya hak pakai (BHP).

Kenapa ada BHP? Alasannya tentu saja karena pita frekuensi tersebut dipakai untuk bisnis. Itu benar. Tapi APBN yang sehat haruslah berpijak ke aspek 3 pilar kebijakan kemandirian perekonomian negara  (baca: negara adalah kumpulan seluruh elemen bangsa, dimana pemerintah adalah salah satu bagian diantaranya).

Hanya mempertimbangkan cash-inflow (pilar 1: profit oriented) akan menjebakan kebijakan anggaran negara yang terlepas dari masyarakatnya atau hanya menjadi stimulasi semu yang bersifat parsial berjangka pendek. Harusnya ada fine tuning  dengan faktor lainnya, yaitu fungsi fasilitator kegiatan perekonomian  masyarakat yang kondusif (pilar 2: social capital) ataupun juga sebagai katalisator peningkatan kemampuan masyarakat berperan aktif dalam inovasi pertumbuhan ekonomi (pilar 3: natural  capital).

Studi Lapangan: Kita Bangsa Kreatif
Mari kita coba bersama-sama menggeser paradigma kita tentang pembangunan infrastruktur. Selama ini kita "dijebakan" kepada perangkap pemikiran bahwa membangun infrastruktur perekonomian, apalagi berbasis teknologi informasi yang maju, adalah mahal dan berat.

Contohnya saja, kasus divestasi Indosat, fine tuning cash inflow APBN dilakukan dengan paradigma hanya pemain global (asing) yang mampu untuk membangun infrastruktur tersebut. Sayang momentum kebijakan seperti ini tidak dilakukan proses fine tuning dari angle yang berbeda, yaitu terintegrasi dengan upaya kampanye nasionalisme sebagai jiwa kebijakan untuk social dan natural capital masyarakat (baca: memancing masyarakat untuk membeli saham pemerintah dan katalisator untuk masyarakat berbisnis di lingkaran backbone yang telah dimiliki Indosat, agar nilai tambah aset tersebut berkelanjutan untuk perekonomian).

Ataukah kita memang sudah lupa dengan pribahasa yang diajarkan di Sekolah Dasar "sekali mendayung dua-tiga pulau terlampui". Sehingga,
jebakan yang kita ciptakan sendiri tersebut, selalu menjebakan kesan "seolah-olah" proses pengkerdilan potensi bangsa sendiri dengan selalu berpikir pentingnya pihak ketiga (baca: asing), baik itu kreditor maupun investor.

Kalau kita mau mencoba saja melihat apa yang terjadi sebenarnya, banyak sudah sikap protes yang berproses secara kreatif atas kondisi "terjajah ideologis" tersebut. Ambil contoh VoIP Merdeka (VoIP-M) yang diprakarsai Onno W. Purbo,Ph.D (OWP). VoIP-M secara subtansi telah menjadi icon demonstrasi secara konstruktif atas kenaikan tarif telpon yang memberatkan masyarakat. Konstruktif dalam artian solutif dan menstimulasi masyarakat untuk ikut memilikinya.

Opensource itulah prinsip yang dijalankan sebagai implementasi ekonomi kerakyatan oleh para aktivis telematika dunia dalam melawan kapitalisme teknologi. Dengan opensource inilah OWP memimpin gerakan  VoIP-M, dengan membuat sentral telpon berbasis internet (gate keeper / GK) yang dapat diakses secara gratis oleh publik sepanjang terhubung ke internet.

VoIP-M menunjukan bahwa pendapat  pembangunan infrastruktur yang tergantung kepada kekuatan pihak ketiga (i.e IMF, Bank Dunia, Investor Asing) adalah sebuah paradigma kebangsaan yang keliru. Caranya adalah dengan membuka dan mengajarkan programming pembuatan GK secara transparan, untuk kemudian sesama GK tersebut dapat saling berhubungan menjadi sebuah sarana telekomunikasi alternatif masyarakat yang merakyat.

Merakyat secara filosofi adalah melekat di hati rakyat. Bahasa bisnis menyatakan positioning produk seperti ini hanya akan terjadi pada saat masyarakat merasa ikut memiliki keberadaan produk tersebut.

Memang benar VoIP-M hanyalah aplikasi, yang terpenting adalah infrastrukturnya. Logika inilah yang sering memainkan logika kita bahwa membangun jaringan internet itu mahal, padahal internet yang luas adalah kunci berjalannya telekomuniksai murah yang ingin dicapai oleh gerakan VoIP-M.

Mahal dan eksklusifitas itulah yang sebenarnya keliru. Karena sebenarnya jauh di atas gerakan VoIP-M adalah idealisme membangun jaringan internet secara gotong royong oleh masyarakat. Caranya dengan menggunakan WLAN seperti yang dibuka dalam tulisan ini.

Model bisnis WLAN 2,4 ghz ini dikenal dengan sebutan RT-RWnet. Secara sederhana, penyelenggara jasa internet (ISP) bermitra dengan warga sebuah kompleks. Kemitraan ini membuka akses masuk ke pipa internet oleh ISP ke area kompleks dengan pemancar tanpa kabel di frekuensi 2,4 ghz.

Ada 2 cara penyebarannya ke masyarakat, (1) Poin akses nirkabel dari ISP ke area perumahan tersebut disebarkan dengan menarik kabel secara gotong  royong ke rumah warga dan (2) Semuanya dilakukan secara nirkabel ke rumah-rumah. Dan yang terpenting, 2 hal tersebut pembangunan dan kepemilikannya di  level mikro adalah masyarakat industri rumah tangga, bukan BUMN apalagi konglomerat.

Sangking kreatifnya dan semangatnya anak negeri ini, pemancar nirkabel sebagai alat komunikasi dibuat dari kaleng bekas (misalnya snack atau susu instant). Faktanya banyak sudah yang berhasil menciptakan alat komunikasi tersebut. Sayangnya, belum lagi semangat gotong royong ini jalan benar, pemerintah bukannya menangkap fenomena ini, malahan melakukan sweeping dan labelisasi perangkat 2,4 Ghz.

Fenomena VoIP-M dan RT-RWnet, memberikan hikmah bahwa faktor terpenting keluar dari masa krisis di era transisi ini adalah dengan jalan mengedukasi masyarakatnya. Masyarakat yang mengerti  masalah akan mengakibatkan terjadinya proses gotong royong mengatasi pembangunan infrastruktur yang dibutuhkannya.

Fokus Ke Inti Masalah: Kesejahteraan Bangsa
Kalau mau ditelaah, krisis ekonomi di saat terjadinya proses globalisasi, mengakibatkan bangsa kita berada dalam fase telah terlanjur meninggalkan budaya agraris di saat budaya industri belum kita pegang benar. Ciri industrialis di era globalisasi adalah dimilikinya infrastruktur telekomunikasi berbasis teknologi oleh sebuah bangsa.

Dari data Asosiasi Perusahaan Jasa Internet Indonesia (APJII) celah kesenjangan infrastruktur (digital divide) yang kita miliki masih sangat besar, yaitu 97,82 % atau baru 2,18 % saja penduduk Indonesia yang telah memakai internet (data tahun 2002 4,5 Juta pemakai Internet, dengan asumsi menggunakan data populasi penduduk Indonesia dari BPS untuk sensus tahun 2000 sebanyak 206.264.595 Jiwa). Untuk mengatasi masalah mendasar masyarakat industri tersebut selama ini kita dibenturkan oleh dana, setidaknya itulah yang dijadikan isu kenaikan tarif telpon untuk rebalancing area yang belum tersentuh ataupun juga alasan strategic placement saham ISAT ke pemain global telekomunikasi (baca: asing). Sayangnya pendekatan tersebut adalah jebakan paradigma konglomerasi bukan pemerataan.

PT Telkom sebagai Kendaraan politik pemerintah dibenturkan hanya ke aspek cash inflow semata. Harusnya rebalancing dilakukan dengan menyertakan masyarakat untuk ikut memilikinya. Kalau kita cerdas, contoh ini ditunjukan oleh fenomena VoIP-M dan RT-RWnet, dimana pemantapan langkah ke masyarakat industri dilakukan dengan pendekatan budaya agraris, yaitu "gotong royong, pinternya rame-rame".

Selama ini yang terjadi adalah rebutan kue di sektor mikro, dengan ijin (labelisasi) sebenarnya mengarahkan kepada konglomerasi, meskipun itu BUMN. Artinya, secara korporasi terlalu dikerjar ke arah profit di level end-user yang sebenarnya bisa dibagai ke masyarakat untuk memilikinya dan bermitra dengan Telkom. Sehingga yang terjadi di komunitas adalah Telkom yang menjadi icon kebangsaan malah tidak disukai oleh sekelompok pemegang sahamnya dalam hal in sekelompok warga negara Indonesia yang memegan sunstansi saham pemerintah di perusahaan tersebut.

Lebih aneh lagi, gerakan semacam VoIP-M dan RT-RWnet malah selalu dilihat sebelah mata, sangat beda dengan rekomendasi IMF atau konsultan asing yang walau terkesan basi selalu mendapat tempat dalam perumusan kebijakan. Lucunya lagi, para kaum kreatif bangsa ini lebih banyak didengarkan oleh negara sedang berkembang lainnya, misalnya saja undangan yang diterima OWP di negara-negara Afrika.

Mungkin kita ada yang menjawab bahwa kita lebih maju dari negara tersebut. Rasanya kalau itu jawabannya, kita  berada di jurang bangsa yang sombong dan munafik. Harusnya kita mendorong pemerintah untuk lebih menghargai kreatifitas dan potensi bangsanya sendiri. Bukankah visi pemerintahan adalah mensejahterakan bangsanya?.

Alangkah indahnya, jika kita memiliki pemerintah demokrat yang bijaksana, maka yang akan kita saksikan adalah kebijakan yang dapat menjadi stimulus menjamurnya gerakan koperasi warga (KopWar). KopWar inilah yang akan menjadi kendaraan bisnis yang berfungsi sebagai penghubung antara ISP dengan warga komplek perumahan. Artinya apa?, biarkanlah masyarakat didorong untuk punya jiwa wirausaha di level yang sangat mikro sekaligus menjadi agen solusi permasalahan di level makro pembangunan ekonomi bangsa.

Jiwa wirausaha inilah yeng merupakan dasar dari ciri masyarakat industri lainnya, yaitu komunitas dengan paradigma Capital Market Literate (CML). Kalau kita bermain dengan data lainnya, dari berbagai sumber dapat diperkirakan bahwa investor lokal yang bermain di pasar modal adalah sekitar 10.000. Artinya, dari populasi penduduk dewasa (di atas 19 tahun, data sensus penduduk tahun 2000 adalah 174.772.343 jiwa), indeks kesenjangan CML negara kita adalah sebesar 99,99 % atau hanya sekitar 0,01 % saja penduduk dewasa bangsa ini yang telah mengenal pasar modal.

Kalau kita mau beranjak sedikit ke data di atas, maka sudah sewajarnyalah kita mempertanyakan kebijakan yang selama ini terfokus kepada kenyamanan investor asing tidaklah terlampau efektif. Sudah saatnya pemerintah menyentuh data tersebut dengan jalan menyertakan masyarakat untuk terlibat aktif. Dengan tumbuhnya rasa memiliki dari masyarakat akan instrumen perekonomian negaranya akan menyebabkan kegairahan ekonomi dan likuiditas investasi pasar modal bergerak secara berkelanjutan.

Katakan saja Internet masih menyentuh masyarakat kelas menengah, dimana dari pemakaian itu sendiri masih terkendala dengan biaya beban pulsa internet dengan jalan dial-up, apalagi Telkom terus bersemangat untuk menaikan tarifnya, maka yang harus dilakukan adalah pembangunan infrastruktur internet dengan tarif tetap selama 24 jam non-stop. Disanalah, angle yang harus kita ambil untuk memahami perkembangan WLAN sebagai sebuah solusi cerdas mengatasi masalah biaya koneksi internet. Bahkan dengan terhubung ke internet, seperti telah dikemukakan di atas pembangunan komunikasi suara (telpon) dengan teknologi VoIP-M dapat pula dilakukan. Bukankah dengan cara ini, rebalancing dapat dilakukan secara bersama-sama dengan perluasan akses internet untuk keperluan lainnya yang lebih besar untuk siklus perekonomian negara?.

Gampangnya, WLAN 2,4 Ghz ini akan mengarahkan pembagian pipa internet yang dimiliki oleh ISP ke akses point kompleks perumahan warga untuk 24 jam non stop (atau sama persis dengan internet yang kita pakai di kantor). Ambil contoh, ada penyelenggara ISP yang “berani” menarik iuran per bulan per akses point sebesar Rp. 400 Ribu untuk pipa internet sebesar 2 MBps (sebagai gambaran saja di perkantoran saja rata-rata belanja internet adalah 64 KBps yang digunakan untuk sekitar 300 karyawan).

Investasi WLAN 2,4 GHZ tersebut sampai ke akses point kompleks “berani” ditanggung oleh ISP, kemudian dari akses point tersebut menyebar ke rumah warga dengan jalan menggunakan kabel dan hub (kabel dan hub inilah investasi dari warga). Idealnya untuk konsumsi aplikasi internet yang beragam (bukan hanya untuk e-mail, tapi juga surfing dan e-Commerce), maka dibutuhkan per pengguna sekitar 500 KBps. Sedangkan Investasi yang dikeluarkan warga hanyalah kabel dan hub. Untuk kompleks dengan luas sekitar 1 km persegi biaya investasi yang dikeluarkan tidak akan lebih dari Rp. 10 Juta. Dan tentu saja, komputer di rumah pun dapat diperoleh dengan cara leasing (sewa guna).

Mari kita berilustrasi, warga kompleks dengan penghuni sebanyak 100 rumah membentuk KopWar yang dapat menjadi mitra dari ISP sebagai akses point di kompleks tersebut. Untuk Investasi awal, artinya per anggota akan dibebankan sebesar Rp 10 Juta dibagi 100, yaitu Rp. 100 Ribu. Iuran bulanan tanpa marjin untuk per rumah dengan kapasitas Rp. 100 Ribu. Jika pipa per rumah diperkecil lagi menjadi 10 KBps (yang cukup untuk konsumsi e-mail, surfing dan VoIP-M yang dijalankan sendiri-sendiri / single tasking), maka biaya per bulannya menjadi Rp. 20.000. Angka tersebut, jauh lebih kecil dari abodemen bulanan dari telkom, namun sudah bisa ber-internet ria selama 24 jam non-stop.

Ilustrasi hitungan sederhana di atas dilakukan dengan dasar asumsi bahwa KopWar yang dibentuk adalah model paguyuban dan bersifat non-profit atau tanpa marjin. Namun perlu diingat, kompleks kelas menengah tentunya berisi penduduk yang “mungkin” tidak mau direpotkan dengan proses penarikan kabel dari rumah ke rumah maupun juga proses perawatannya, maka sudah secara fisibilitas KopWar dengan model usaha yang dikelola secara profesional. Caranya adalah dengan menyertakan warga di sekitar kompleks yang kebanyakan secara ekonomi banyak pengangguran dan di bawah tingkat hidup dari warga perumahan.

Warga belakang inilah yang sangat banyak tamatan STM diberdayakan untuk mendapat pengetahuan soal WLAN dan networking. Mereka inilah yang akan menjadi karyawan dari KopWar tersebut, dimana untuk membiayainya diperlukan pula komponen biaya tambahan untuk gaji pegawai. Artinya, terdapat marjin tambahan dari biaya beban belanan yang ditari ke warga yang juga sekaligus marjin keuntungan agar KopWar tersebut menjadi “kendaraan” wirausaha dan pendapatan lain-lain dari para investor-nya (Model Koperasi = Anggotanya).

Walaupun berawal dari kebutuhan kelas menengah, ilustrasi di atas telah merambat ke arah kemitraan yang strategis yang bersifat pemberdayaan masyarakat bawah di sekitarnya. Bagaimana halnya dengan masyarakat pedesaan?, tentunya ini bisa dipperoleh dengan jalan koperasi modal ventura yang mau menjadi mitra dari KopWar petani dalam pembentukan komponen investasinya. Mungkin kita bertanya untuk apa Petani Internet?, maka jawabannya adalah untuk media broadcasting komunitas dengan memanfaatkan jaringan internet untuk sarana tatap muka, dimana solusi VoIP-M pun dapat digunakan untuk vidoe conference dengan tambahan web cam. Terbiasa dengan web cam dengan sentuhan edukasi yang pas, maka petani dan nelayan akan mulai dapat digerakan untuk memiliki akses point penjualan atau jalur distribusi di internet, atau dengan kata lain lambat laun peran tengkulak yang terjadi karena jarak komunikasi dapat dikurangi.

APBN Tepat Sasaran
Dengan model operasional tersebut di atas, maka pemerintah akan mendapatkan tambahan pundi-pundi APBN dari komponen Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dari tarif yang ditarik oleh KopWar ke Warga, Pajak Penghasilan (PPh) dari KopWar yang melaba maupun juga gaji pegawai “warga belakang” KopWar, dan tentu saja peningkatan pendapatan ISP dari aspek PPn dan PPh, serta  tentu saja peningkatan komponen Deviden PT Telkom yang menjadi muara akhir jaringan data telekomunikasi nasional. Kalau pemerintah, mau sedikit kreatif dan berpikir dingin, mari kita hitung apakah BHP dan penerimaan dari Divestasi jauh lebih menguntungkan dari peningkatan penerimaan PPn dan PPh tersebut?. Rasanya jauh lebih menguntungkan dengan cara menstimulasi model KopWar, karena disamping hitungan matematis APBN, model ini juga memberikan kepastian terpenuhinya aspek psikologis dari APBN, yaitu misalnya saja masalah pengangguran dan tumbuhnya perekonomian.

Melalui ilustrasi sederhana di atas, pendekatan strategi pembangunan ekonomi nasional dengan jiwa “Dari RT-RW Ke Internet Menuju Pasar Modal” telah melahirkan langkah nyata menuju masyarakat Industri dengan pendekatan budaya agraris (bergotong royong). Setidaknya ini merubah “mind-set” kita yang memaksakan pendekatan Industri di tengah masyarakat yang tidak ikut dilibatkan dalam industrialisasinya, seperti rekomendasi IMF yang selama ini terjadi. Capaiannya adalah dicapainya masyarakat industri dengan teratasinya masalah digital divide di Internet dan juga terbiasanya masyarakat menjadi investor untuk hal yang sepele, sehingga terbiasa menjadi investor adalah edukasi paling berharga untuk kemandirian ekonomi yang bertumpu kepada kekuatan pemodal lokal di pasar modal.

Private vs Public Space Cyberspace


(bit vs atom]
menurut pengertian yang sederhana, public space adalah wang publik. wang yang digunakan oleh publik dan lazim diukur berdasarkan Iuas atau volume. pada kenyataan aktual, benda-benda dalam public space berupa wujud ftsik. kumputan molekul dan atom.
cyberspace, dan yunani: kubeman, adalah wang maya tanpa batas, imajinatif dan dapat dihayati melalui perwujudan virtual, cyberspace merupakan ruang yang diwujudkan melalui (jaringan) computer. sifatnya digital dan direpresentasikan dalam satuan bit.

(place without space]
seperti halnya hypertext dapat menghilangkan keterbatasan pencetakan halaman kertas, wang di masa mendatang juga akan dibebaskan dan keterbatasan geografis. kehidupan a Ia bit akan semakin mengurangi kehawsan berada pada tempat dan waktu tertentu. tempat itu sendiri menjadi relatif dan virtual sifatnya. dapat berada dimana saja. seseorang tidak perlu membawa badannya (baca: atom) naik mobil pergi ke kantor di tengah kota. ia bisa log in dan kamar keja di rumah dan bekerja secara elektronik (baca: bit). lelah bekerja maka ia segera pergi ke cybermall, membeli barang, ngobrol dengan orang asing, dan barang yang aktual segera dikinim kerumah pada malam han. kantomya di rumah dan cybermall di ujung sana bisa hanya benupa satu set pc saja.

(cyberspace sebagai public space]
kenyataan saat mi menunjukkan bahwa makin banyak orang yang saling terhubung melalui computer dan internet. cyberspace terbuka penuh untuk digunakan oleh siapa saja. ia mempunyai potensi sebagai public space.

(cyberspace menggantikan public space]
saat informasi diperlakukan lebih dan sekedar data dua dimensi dan diwujudkan dalam virtual reality. mekanisme manusiawi (sensor panca indera ditewskan oleh gelombang listnk melalui urat syaraf sampai kepada otak sebagai pusat data) digantikan oleh ritual digital (hubungan langsung computer dengan otak).

demokratis — dapat dinikmati oleh siapa saja — dan desentralisasi tiga dimensi dengan onientasi kreatif
tidak mengenal batas jarak, tempat dan waktu anti gravitasi

Meningkatkan Transaksi Pariwisata Indonesia dengan Internet


Pemerintah Indonesia mencanangkan bahwa sektor pariwisata akan menjadi sektor yang menyumbangkan devisa tertinggi kepada negara.  Banyak langkah-langkah yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan devisa dari sektor pariwisata ini.  Pada umumnya langkah-langkah tersebut dapat dikategorikan pada peningkatan jumlah wisatawan yang masuk dan peningkatan pengeluaran para wisatawan tersebut di Indonesia.  Berikut ini kami uraikan sebuah ide yang mendukung usaha peningkatan penerimaan devisa pariwisata dengan meningkatkan jumlah transaksi yang terjadi di Indonesia sebelum sang wisatawan sampai ke Indonesia.

Idenya sederhana.  Mari kita simak ilustrasi berikut.  Seorang wisatawan, katakanlah dari Jepang, ingin berlibur ke Bali.  Apa yang harus ia lakukan?  Kemungkinan besar ia akan membeli sebuah paket tour dari salah satu travel agent di Jepang.  Travel agent ini yang akan membeli tiket untuk sang wisatawan, membuat reservasi hotel, dan bekerja sama dengan travel agent di Bali, menyiapkan paket tour untuk sang wisatawan.  Berapa bagian industri pariwisata Bali dalam transaksi ini? Untuk tiket pesawat, jelas industri pariwisata Bali tidak kebagian.  Kalau si travel agent membeli tiket Garuda, maka Garuda mendapatkan bagian.  Hotel yang dipilih oleh sang wisatawan akan mendapatkan bagian, dan travel agent di Bali yang mengatur perjalanan sang wisatawan di Bali juga akan mendapat bagian.  Sementara itu, si travel agent yang berada di Jepang akan mendapat bagian dari tiket (apakah berupa komisi atau margin keuntungan seandainya mereka membeli secara wholesale/blok), sebagian dari biaya hotel (juga berupa komisi atau berupa margin keuntungan), dan sebagian dari biaya paket tour.  

Dari ilustrasi di atas, jelaslah bahwa biaya yang dikeluarkan oleh sang wisatawan adalah lebih tinggi daripada penghasilan yang diperoleh industri pariwisata Bali.  Selisihnya bisa dianggap sebagai biaya distribusi/pemasaran produk Bali sebagai daerah wisata ke konsumen langsung (yaitu sang wisatawan Jepang).  Biaya distribusi ini dibayarkan kepada suatu perantara, dalam hal ini si travel agent di Jepang.

Ide yang kami uraikan di bawah ini adalah ide yang sederhana untuk mengurangi besar biaya distribusi ini yang harus dikeluarkan di luar Indonesia, dan dus, meningkatkan pendapatan industri pariwisata Indonesia.  Yaitu, kalau sebagian dari selisih biaya yang dikeluarkan oleh sang wisatawan dan yang diterima oleh industri pariwisata Indonesia bisa kita tarik sehingga transaksinya terjadi di Indonesia, maka pendapatan pariwisata Indonesia akan meningkat.  Bagi sang wisatawan, jumlah yang harus ia keluarkan tidak  berubah (malah bisa semakin murah karena pada prinsipnya kita menurunkan biaya perantara).  Bagi sang perantara, dalam hal ini travel agent di Jepang, pendapatannya akan berkurang.

Apakah ide ini masuk akal.  Berikut ini kami uraikan mengapa ide ini merupakan suatu strategi yang harus dimanfaatkan untuk menaikkan tingkat penghasilan industri pariwisata Indonesia.  Kami akan menguraikan berapa besar pendapatan yang bisa diperoleh, dan bagaimana strategi ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi Internet.

Transaksi Pariwisata Indonesia yang Terjadi di Luar Indonesia
Pertanyaan pertama yang mungkin muncul di dalam benak pembaca adalah, berapa sebenarnya besarnya transaksi pariwisata ke Indonesia ini yang terjadi di luar Indonesia.

Jawaban singkatnya: sangat besar, sebanding dengan nilai transaksi yang terjadi di Indonesia.  Melalui pusat Web Bali Online (yang berkedudukan di http://www.indo.com), Bali Online mengadakan survey atas orang-orang yang pernah berlibur ke Bali.   Salah satu pertanyaan dalam survey tersebut adalah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh sang wisatawan di Bali dan besarnya biaya total yang dikeluarkan untuk liburan tersebut.  Meskipun peserta survey ini masih sedikit, hasilnya mengindikasikan sebagai berikut.

Rata-rata rasio pengeluaran total dibandingkan dengan pengeluaran di Bali adalah 2.15.  Kalau dari data ini disaring sehingga kita hanya melihat orang-orang yang mengeluarkan kurang dari US$ 200 per hari di Bali, maka rata-rata rasio ini meningkat sedikit menjadi 2.32.  Rasio paling rendah adalah 1.3 dan rasio paling tinggi adalah 4.3.  Artinya, rata-rata seorang wisatawan itu akan mengeluarkan US$ 1,150 di luar Bali untuk setiap US$ 1,000 yang ia keluarkan di Bali.

Mari secara konservatif kita anggap bahwa rasio ini nilainya adalah 2.  Yaitu jika seorang wisatawan mengeluarkan US$ 1,000 selama ia berada di Bali, ia mengeluarkan US$ 2,000 untuk keseluruhan perjalanannya.  Dengan kata lain, untuksetiap dollar yang dikeluarkan oleh sang wisatawan di Bali, ia sebenarnya mengeluarkan dua dolar.  Satu dolar lagi dibayarkan kepada industri pariwisata di luar Indonesia.  Kalau pada tahun 1994, penghasilan industri pariwisata Bali berjumlah US$ 1 milyar dollar, berarti sebenarnya ada US$ 1 milyar dollar lagi yang dikeluarkan oleh para wisatawan asing ini yang tidak ditampung oleh industri pariwisata ini!  Kalau kita bisa membawa sebagian atau keseluruhan transaksi ini ke Indonesia (ingat, bahwa sang konsumen sudah mengeluarkan dana sebesar ini), maka secara efeknya akan terasa sekali.

Siapa yang Beruntung?
Secara langsung, pihak industri pariwisata, pemerintah daerah dan nasional, dan masyarakat akan menikmatin keuntungan ini.  Pertama, industri pariwisata Bali.  Kalau 10% saja dari yang US$ 1 milyar dollar ini bisa ditarik ke Bali, sehingga transaksi terjadi di Bali, berarti pendapatan industri pariwisata Bali akan meningkat sebesar US$ 100 juta dollar. 

Kedua, kalau transaksi ini terkena pajak penjualan sebesar 10%, berarti pemasukan pajak pemerintah dari sini bisa meningkat sebesar US$ 10 juta dollar atau Rp. 23 milyar rupiah.  Itu hanya 10% dan hanya untuk Bali.

Ketiga, dengan meningkatnya pekerjaan yang harus dihadapi industri pariwisata, maka lowongan kerja di bidang ini juga akan meningkat.  Keseluruhan masyarakat akan menikmati semakin tingginya tingkat kehidupan.

Efek tidak langsungnya juga bagus.  Pertama, sebagian dari penghematan yang dilakukan dengan mengurangi biaya perantara dapat disuguhkan kepada para wisatawan.  Artinya, seorang wisatawan Jepang yang tadinya harus membayar US$ 1,500 kepada seorang travel agent di Jepang untuk 5 hari di Bali, dan si travel agent sebenarnya membeli paket tersebut dari seorang travel agent di Indonesia seharga US$ 1,000, dengan transaksi langsung, maka si travel agent Indonesia dapat menawarkan produk yang sama kepada sang wisatawan katakanlah seharga US$ 1,250.  Menurunnya biaya perantara secara umum akan menurunkan biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen.  Dan efeknya semakin banyak orang yang akan membeli paket tour ke Bali.  Dus, volume pariwisata itu sendiri akan meningkat.

Efek tidak langsung kedua bagi masyarakat Bali khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya adalah tuntutan dari pelaksanaan transaksi langsung ini.  Untuk bisa dengan lancar mengadakan transaksi langsung, maka pemahaman akan teknologi yang dipakai, bahasa pengantar, dan faktor pendukung lainnya akan sangat diperlukan.  Biro-biro pendidikan pun akan bermunculan untuk mempersiapkan tenaga yang trampil untuk mendukung pelaksanaan transaksi pariwisata langsung ini.  Dus, jangka panjangnya, tingkat pendidikan tenaga kerja di dunia pariwisata akan meningkat, dan lahan pendidikan baru akan muncul, menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Bagaimana Kita Membawa Transaksi ini ke Indonesia?
Ada beberapa trend utama yang bisa kita lihat dari situasi dunia pasar saat ini, terutama yang berkaitan dengan pemakaian teknologi dan pengaruhnya bagi dunia industri pariwisata, yang mendukung strategi membawa transaksi di luar negeri ini ke Indonesia.

Pertama, trend ke arah tiket elektronik.  Perusahaan-perusahaan penerbangan terbesar di Amerika seperti United Airlines atau Northwest sudah mulai memakai tiket elektronik.  Tiket elektronik ini memungkinkan seorang penumpang untuk tidak memegang tiketnya sebelum datang ke lapangan terbang untuk memulai perjalanannya.  Dengan tiket elektronik, seorang wisatawan bisa membeli tiketnya dengan memakai telpon atau Internet, dan kemudian langsung menuju ke airport pada hari yang keberangkatannya.  Sewaktu melapor ke perusahaan penerbangan tersebut, sang wisatawan tinggal menunjukkan tanda identitas diri, dan boarding passnya akan diberikan.  Ini memungkinkan seorang wisatawan Jepang yang mempunyai akses ke Internet, membuka homepagenya Carefree Bali Holidays di Bali Online, mengisi formulir permintaan reservasi tiket (dan sekaligus hotel, paket tours, dan sebagainya) lengkap dengan nomor kartu kreditnya.  Carefree Bali Holidays akan mereservasi tiket yang diinginkan, dan mengirim konfirmasinya ke sang wisatawan, yang tinggal menuju ke lapangan terbang dengan tenang.  Semua transaksi berlangsung di Bali!

Kedua, trend ke arah “do-it-yourself.”  Di Amerika, di Eropa, dan bahkan di Asia, trend untuk melakukan sendiri sesuatu itu sangat tinggi, karena ini memberikan kepuasan yang lebih tinggi bagi sang individu.  Trend ini di Amerika didukung oleh suksesnya perusahaan-perusahaan mulai dari Home Depot yang menjual segala macam peralatan dan bahan-bahan untuk memperbaiki/merenovasi rumah sampai kepada discount brokers seperti Charles Schwab atau Waterhouse yang menawarkan biaya transaksi jual beli di pasar bursa dengan biaya transaksi rendah jika sang investor melakukan sendiri risetnya (tanpa bantuan riset dari perusahaan pialang ini).  

Pada awalnya, pasti yang menjadi pemakai dari penawaran langsung ini adalah travel agent dari luar negeri, yang kemudian menawarkan produk yang persis sama setelah menambahkan sedikit margin keuntungan.  Namun dalam waktu singkat, konsumen akan tahu bahwa ia harus membayar ekstra untuk seorang travel agent mengisi formulir yang ada di Web yang ia sendiri bisa lakukan, dan memperoleh harga yang lebih baik.  Jelas akhirnya ia akan melakukan sendiri reservasi-reservasi ini.

Trend yang paling penting adalah meluasnya dan semakin diterimanya teknologi Internet sebagai media komunikasi.  Forrester Research dari Massachussetts memperkirakan bahwa setidaknya 125 juta orang akan bisa mengakses Internet pada tahun 2000.  Angka ini juga didukung oleh perhitungan majalah terkemuka Inggris The Economist.  Penetrasi penggunaan Internet ini sendiri saat ini sudah mencapai 8-10% dari jumlah penduduk di negara-negara maju (bandingkan dengan angka penetrasi telpon di Indonesia yang hanya berkisar 2-3%).  Jumlah ini diperkirakan akan berlipat dua setiap satu atau satu setengah tahun.

Dari 8-10% jumlah penduduk negara maju yang akses ke Internet - berapa yang potensial sebagai world traveller? Mengapa mereka di kategorikan potensial sebagai world traveller? bagaimana cara menarik perhatian mereka supaya datang ke Indonesia? apakah mereka umumnya untuk bisnis atau untuk leasure?

Itu dari segi konsumen.  Dari segi produsennya, dalam hal ini industri pariwisata Indonesia, Internet ini menyediakan suatu media yang sangat murah untuk menjangkau jumlah calon konsumen yang sangat banyak yang terdapat di seluruh pelosok dunia.  Hal ini memungkinkan travel agent atau tour operator dari Bali untuk secara langsung menawarkan produk “Mountain Cycling in Mount Batur” atau paket “Whitewater Rafting di 5 propinsi Indonesia” langsung kepada calon pelanggan di manapun ia berada, tanpa harus tergantung sepenuhnya kepada travel agent-travel agent di luar negeri.  Harga eceran yang ditawarkan pasti akan lebih tinggi dari harga wholesale yang ditawarkan kepada travel agent partner di luar negeri, namun akan lebih rendah daripada harga yang harus dibayar oleh sang calon konsumen seandainya ia harus membeli dari travel agent di luar negeri. 

Apakah ini tidak akan mengancam kedudukan travel agent sebagai suatu industri? Travel agent yang hanya berfungsi sebagai order-taker, yaitu pelaksana/juru ketik yang membuat reservasi penerbangan dari Tokyo ke Bali, atau memasukkan permintaan reservasi melalui sebuah computer reservation system (CRS), perkerjaan mereka ini akan menghilang.  Tanpa adanya nilai tambah, yang jelas berupa pengetahuan yang mendalam mengenai daerah tujuan destinasi, semua fungsi lainnya akan dapat dilakukan langsung oleh seorang customer dengan mudah, tanpa campur tangan (and dus, tanpa harus mengeluarkan biaya) si travel agent.  

Kata-kata “Tanpa adanya nilai tambah” perlu di kembangkan lagi - supaya membuka mata mereka ini bahwa banyak kemungkinan menambah nilai tambah dengan adanya Internet.

Sebuah hotel di Bali akan dapat menawarkan langsung kamar-kamarnya kepada calon wisatawan ke Bali, dengan foto kamar dan fasilitas lainnya, bahkan lengkap dengan formulir yang dapat diisi langsung oleh sang calon tamu untuk membuat reservasi untuk perjalanannya minggu depan.  Dalam enam bulan pertama Bali Online menawarkan sistem permintaan brosur dan reservasi gratis ini kepada masyarakat Internet, Bali Online dihujani permintaan brosur sebanyak 700 lebih setiap bulannya, dan nilai reservasi yang mencapai hampir US$ 200,000.  Reservasi ini terjadi langsung antara sang calon tamu dengan hotel, dengan memanfaatkan media Internet ini.  Biaya transaksi yang diotomatisasi ini akan jauh lebih kecil daripada biaya transaksi seorang travel agent perantara.  Dan dengan semakin meningkatnya jumlah orang yang menjadi anggota Internet, dan semakin memasyarakatnya Internet sebagai media transaksi, jumlah ini pasti akan meningkat.

OK.  Anda yakin bahwa membawa transaksi pariwisata untuk tujuan wisata di Indonesia ke Indonesia adalah sesuatu yang menarik dan mempunyai potensi tinggi.  Bagaimana cara merealisasinya?

Membuka Pintu Usaha Anda di Dunia Internet.
Seorang calon tamu dari Jepang tidak akan membuat reservasi di hotel Anda atau membeli paket tour Anda di Bali kalau:
1.  Sang calon tamu tidak tahu siapa Anda, 
2.  Sang calon tamu tidak yakin akan produk Anda, dan 
3.  Sang calon tamu tidak tahu bagaimana menghubungi Anda.

Faktor pertama dan ketiga di atas bisa ditangani dengan membuka pintu usaha Anda di dunia Internet dengan memasang informasi dan iklan di perusahaan yang bergerak dalam bidang promosi di dunia Internet seperti Bali Online.  Sebagaimana halnya dalam menganalisa keputusan membuka toko di sebuah tempat, Anda harus mempertimbangkan banyak faktor, antara lain:  populer tidaknya pusat Web perusahaan promosi Internet tersebut, siapa dan bagaimana karakteristik pengunjung pusat Web tersebut, siapa dan bagaimana usaha-usaha yang sudah bergabung dengan pusat Web tersebut dan bagaimana pendapat mereka, dan sebagainya.  Singkatnya, Anda harus mempunyai gambaran mengenai untung ruginya berpromosi di Internet dengan pusat Web tersebut.   Namun yang jelas, semakin cepat Anda membuka pintu usaha Anda di dunia Internet dan semakin populer pusat Web tempat Anda membuka usaha Anda itu, semakin cepat nama usaha Anda akan dikenal oleh masyarakat Internet.

Hal ini juga akan menunjang penanganan faktor kedua.  Dengan menunjukkan gambar cruise ship yang Anda pakai, para calon tamu Anda akan lebih merasa aman akan pilihannya.  Demikian juga dengan sebuah hotel di Kuta.  Dengan melihat foto kamar dan kolam renang, sang calon tamu akan merasa sedikit lebih tenteram untuk mau melakukan transaksi langsung dengan usaha Anda.  Perlu diingat masalah kredibilitas ini tidak begitu menjadi masalah bagi perusahaan-perusahaan yang sudah mempunyai nama dan merek yang terkenal, katakanlah seperti Hyatt atau Hilton.  Kenapa?  Karena mereka sudah melakukan pembinaan nama dan merek melalui segala macam media tradisional (dan mengeluarkan biaya bermilyar-milyar rupiah untuk itu).  

Penanggulangan faktor kedua atau faktor kredibilitas ini akan semakin mantap lagi bila didukung oleh adanya mekanisme verifikasi yang bersifat independen.   Contohnya, pemerintah Singapura mengeluarkan sticker logo Singapura dan menempelkannya di toko-toko/dunia usaha yang memenuhi persyaratan.  Atau sebuah badan swasta atau asosiasi yang mempunyai reputasi internasional bisa memberikan akreditasi untuk sebuah fasilitas yang memenuhi syarat, misalnya akreditasi PADI untuk dive tour operators.  Ini bisa membangun tingkat kredibilitas dunia usaha tersebut jika badan akreditasi tersebut benar-benar menerapkan kriterianya dalam memberikan akreditasi tersebut, dan siap menjajaki dan menanggulangi keluhan yang mungkin muncul dari para tamu.  Idenya adalah menunjukkan bahwa sebuah pihak yang independen memberikan akreditasinya sebagai jaminan mutu.

Bagaimana dengan Indonesia? apakah mungkin seperti ini dilakukan? tampaknya akan sukar kalau pemerintah yang melakukan - karena terlalu corrupt?

Inilah Wajah Netter Indonesia


Seperti diduga, separo lebih pengguna internet mengakses dari warung internet (warnet). Kendati kebanyakan netter Indonesia tidak berbelanja, apa salahnya investasi untuk 10 tahun ke depan? 

Umur dunia maya di Indonesia memang belum melewati satu dasawarsa. Istilah cyber pun sepertinya baru belakangan akrab terdengar di kuping para netter. Namun, kesibukan dan bisnis yang berkaitan dengan internet bisa dipastikan kian bertambah.

Coba saja hitung jumlah warnet yang bermunculan bak cendawan di musim hujan. Belum lagi perusahaan-perusahaan dotcom yang tiba-tiba saja menjadi daftar Panjang di tangan kita.  Meski dunia cyber sudah dijelajah habis, ternyata di Indonesia belum ada riset dan data tentang pengguna internet lokal. Padahal, selayaknya pasar di dunia nyata, internet pun telah menjadi peluang yang menggiurkan. Ungkapan seperti investasi lokal, keuntungan global bukan menjadi opini gombal belaka. Memang seperti itulah kenyataannya. Tak heran kalau banyak investor ramai-ramai terjun ke dalam internet berharap bisa mengikuti sukses Bill Gates.

Begitu pula di Indonesia. Kendati daftar perusahaan dotcom sudah panjang, Rupanya masih banyak investor yang ragu-ragu masuk ke pasar dotcom. Penyebabnya, ya itu tadi, belum ada riset dan data pengguna internet lokal. "Selama ini kita tidak tahu bagaimana profil pengguna internet di Indonesia, juga kondisi industri internet di sini,"kata peneliti Pacific Rekan Prima, Ihsanuddin Usman. Ketidakjelasan ini telah membuat para investor menahan langkah untuk berinvestasi. Itu sebabnya, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Memprakarsai sebuah survei untuk melukiskan seperti apa wajah pengguna internet Indonesia. Adalah Pacific Rekan Prima dan McKensey&Company yang digandeng untuk melaksanakan survei tersebut. Mereka berharap bisa memotret dengan jelas seperti apa kecenderungan industri dotcom di Indonesia. Tentu saja juga harapan mereka terhadap pelaku bisnis yang meramaikan dunia maya. Karena belum ada angka yang tepat untuk mengambarkan populasi netter Indonesia, metode yang digunakan adalah metode convenience. Sejumlah 1.500 responden yang dilibatkan adalah mereka yang menjelajah dunia maya secara aktif. Usianya beragam, antara 15 tahun hingga 55 tahun. Ada 10 kota yang dilibatkan, kendati porsi terbesar sekitar 20% responden diambil dari Jakarta. Kota-kota lainnya, antara lain Yogyakarta, Balikpapan, Bandung, Makassar, dan Medan.  

Ingin web site porno dikurangi 
Sebagian besar responden (40%) telah menjelajahi dunia maya selama dua tahun lebih. Namun, ada 1% yang baru sebulan berpengalaman surfing. Kurang dari separo netter mengakses internet untuk kepentingan bisnis. Hal tersebut sepertinya menjawab temuan berikutnya bahwa ternyata akses internet terbesar (42%) dilakukan di warnet.

Beda tipis dengan akses internet lewat kantor (41%). Tak heran kalau akses Internet sebagian besar dilakukan pada hari kerja: 74%. Layaknya jam-jam kerja yang sibuk di dunia nyata, mengakses alam cyber pun ada jam sibuknya. Sekitar 33,5% responden menjelajah sekitar pukul 12.00-17.00. Meski toko-toko dotcom seperti berkibar-kibar, ternyata ada 12,6% responden yang belum tahu bahwa dia bisa melakukan transaksi lewat internet. Lagi pula, hanya 16,6% dari seluruh responden yang pernah melakukan transaksi online. Alasan mengapa para netter ini tidak melakukan transaksi, karena mereka tidak yakin dengan kualitas barang yang ditawarkan, takut kartu kreditnya disalahgunakan, dan sebagian lagi memang tidak memiliki kartu kredit. Sebagian besar responden (79%) ternyata tidak berlangganan jasa lewat Internet Service Provider (ISP), tapi 77% menjawab bahwa suatu saat mereka berminat berlangganan sendiri.

Yang cukup melegakan, para responden sepakat bahwa dunia maya adalah gudang informasi yang tidak terbatas, termasuk peluang dan informasi bisnis. Di masa mendatang, para netter Indonesia ingin supaya keamanan dan perlindungan terhadap pribadi-pribadi penjelajah internet bisa ditingkatkan. Mereka juga minta supaya situs porno dikurangi saja, dan informasi yang mendidik dan penghormatan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) harus ditambah. Selain itu, tentu saja, mereka menginginkan agar beban biaya akses dan pulsa diturunkan. Selain menyurvei, para periset ini juga menjaring pendapat dari diskusi para Pengusaha dotcom dan praktisi, misalnya kalangan perbankan yang online. Mereka berpendapat bahwa netter tidak pernah melihat iklan online, terutama iklan yang tidak atraktif. Banner juga dinilai terlalu mengobral kata dan produk iklan tidak disesuaikan dengan pengunjung situs bersangkutan. Ini semua membuat penetrasi iklan online di Indonesia sangat lambat. 

Nah, temuan soal iklan dotcom yang kurang peminat ini ditanggapi dingin oleh Klikduit.com. "Pengiklan harus kreatif," ujar Wibowo Gunawan, CEO Klikduit.com. Misalnya dengan cara membayar siapa pun yang mengklik iklan, seperti yang dilakukan Klikduit. Maklum, iklan online punya kelebihan gambarnya bisa interaktif dan dihargai bukan dari ongkos cetak tapi jumlah orang yang mengklik. 

Diantara Maksiat dan Dakwah Islamiyah


Disebuah negeri ada sebuah kota. Semua penduduknya buta. Suatu hari, seorang raja dengan pengikutnya lewat kota itu; ia membawa balatentara dan memasang tenda di gurun. Sang raja mempunyai seekor gajah perkasa, yang dipergunakannya untuk berperang dan menimbulkan ketakjuban rakyat.

Penduduk kota itu ingin sekali melihat gajah tersebut, dan beberapa di antara orang-orang buta itupun berlari-lari bagaikan badut-badut tolol berusaha mendekati. Karena tidak tahu sama sekali bentuk dan ujud gajah, merekapun meraba-raba sekenanya, mencoba membayangkan gajah dan menyentuh bagian-bagian tubuhnya. Masing-masing berfikir telah mengetahui sesuatu, sebab telah menyentuh bagian tubuh tertentu.

Ketika mereka kembali ke tengah-tengah kaumnya, orang-orang berkerumun disekeliling mereka. Kerumunan orang itu bertanya tentang bentuk dan ujud gajah; dan mendengarkan segala yang diberitahukan kepada mereka.

Orang yang tangannya menyentuh telinga gajah ditanya tentang bentuk gajah. Jawabnya, “Gajah itu lebar, kasar, keras, dan luas seperti karpet.”

Orang yang meraba belalainya berkata,”Saya tahu keadaan yang sebenarnya. Gajah itu bagaikan pipa lurus dan kosong, dahsyat dan suka menghancurkan.”

Orang yang menyentuh kakinya berkata,”Gajah itu perkasa, kokoh, bagaikan tiang.”

Dan yang menyentuh ekor dan pantatnya berkata,”Wah, gajah itu bau, dan lentik seperti cambuk.”

Masing-masing telah meraba satu bagian saja. Masing-masing telah keliru mendeskripsikan gajah. Pengetahuan memang bukan milik sibuta.

Gambaran empat orang buta yang mencoba mengenali apa itu gajah diatas merupakan suatu analogi sufistik yang terkenal di Belahan Dunia Timur. Analogi diatas merupakan gambaran yang bisa mewakili mengenai peranan dan manfaat Teknologi Internet dewasa ini di Indonesia. Internet ibaratnya suatu gajah yang ingin coba dikenali karena kabar manfaat dan kemasyalatannya. Sebut saja, yang populer dewasa di masyarakat adalah pandangan bahwa internet bisa diidentikkan dengan pornografi. Mungkin saja set of mind yang terangkat kepermukaan akhir-akhir ini adalah “Kalau mau cari yang porno ada di Internet”. Bahkan yang lebih parah lagi adalah internet=pornografi. Namun dari sisi manfaat, tidak sedikit masyarakat baik personal maupun organisasi mengggunakan Internet untuk membantu aktifitasnya sehari-hari seperti berkirim surat elektronik, melakukan bisnis melalui sarana elektronik bahkan menjadikannya sebagai media dakwah yang menyenangkan. Binatang apakah Internet itu? Bagaimana semestinya mengenali dan menjelaskan bahwa gajah itu berbelalai, bergading, berkuping lebar, berbadan besar dan berekor? Bagaimana pendekatan yang terbaik untuk menjelaskan dan memanfaatkan Internet?

Internet
Internet, sebagai suatu infrastruktur awalnya adalah infrastruktur telekomunikasi yang dikembangkan oleh para empu teknologi komputer dan telekomunikasi dari ruang dan garasi riset di Amerika Serikat di sekitar akhir dasawarsa 60-an. Kemudian, Dephankam AS melalui program ARPA mendanai pengembangan lebih lanjut riset-riset tersebut sebagai suatu alternatif sistem telekomunikasi untuk mengantisipasi serangan nuklir. Ya, Internet pada akhirnya adalah produk teknologi perang dingin yang kemudian (kembali) dielobrasi lebih jauh untuk kepentingan sipil. Peranannya yang semakin signifikan kemudian tidak menjadikannya sebagai sarana telkomunikasi saja. Namun berkembang lebih jauh untuk memenuhi dan menciptakan berbagai kebutuhan masyarakat modern mulai dari pengiriman surat elektronik, forum diskusi, media online, sarana jual beli dan juga sarana untuk menampilkan semangat spiritualisme. 

Sampai sekarang, walaupun Amerika Serikat bisa dianggap sebagai pemrakarsa teknologi Interet, tidak ada satu pun negara atau entitas yang berhak mengakui kepemilikan infrastruktur Internet. Internet pada akhirnya berkembang demikian pesat tanpa pemilikan dan sangat terbuka. Siapapun yang mau memanfaatkan dan berkiprah untuk memanfaatkan Internet tidak ada yang melarang. Namun disinilah kemudian masalahnya muncul. Dengan keterbukaannya ini, Internet berkembang menjadi suatu sarana, suatu media baru dimana "The bad" dan "The Good" cuma dipisahkan oleh satu klik tetikus pemakainya; Dimana mudharat dan manfaat sama-sama tampil sejajar; Dimana pornografi dan sopan santun bisa saling berselisih atau tampil bersamaan. Internet menjadi suatu medium yang multiintepretasi dan menjadi sarana anonimitas yang terbuka. 

Seberapa Pornokah Internet?
Pornografi misalnya, suka atau tidak suka, saat ini dinilai merupakan suatu bisnis jutaan dollar yang sangat berhasil di Internet.  Sebagai akibatnya, karena pemahaman bagai orang buta didalam masyarakat ditambah dengan blow up media, kesan internet sebagai sarang pornografi cenderung lebih lekat dan menimbulkan kesan yang kuat di masyarakat untuk kemudian menjadi dasar pertimbangan apakah mau memanfaatkan Internet atau bukan. Walaupun kampanye komersial untuk memanfaatkan internet setiap waktu gencar dilakukan. Namun, demikian kuatnya kesan negatif ini, dan cenderung semakin kuat bahkan melibas aspek-aspek lain dari Internet yang semestinya bisa lebih memberikan dampak positif ketimbang negatif. Masalah ini bukan cuma masalah di dunia Islam, namun hampir diseluruh dunia aktivitas pornografi, kekerasan dan cybercrime mulai mendapat tentangan keras. Bahkan di Amerika Serikat yang notabene menganut kebebasan pribadi, hal ini menjadi perhatian tersendiri.

Pornografi di Internet sebenarnya duplikasi dari pornografi tradisional yang diwakili oleh Film/video, majalah, telepon sex, tabloid, buku, stensilan, atau format media lainnya. Representasi pornografipun tidak jauh berbeda misalnya dalam format tekstual, gambar, suara dan video atau yang lebih sikenal sebagai multimedia. Namun, sifat Internet sebagai media yang mampu menerobos batas-batas fisik geografis dan demografis pemakainya ditakutkan akan memberikan dampak yang lebih dahsyat ketimbang cuma sekedar majalah playboy atau penthouse. Jangkauan yang lebih terbuka inilah yang banyak dipermasalahkan di masyarakat mengenai dampak negatif teknologi Internet. 

Dari sisi isi, sebenarnya pornografi di Internet itu cuma 15-20 % dari seluruh isi Internet yang terkait dengan pornografi, demikian ungkap Onno W. Purbo Pakar Internet Indonesia dalam suatu seminar sosialisasi Internet kepada masyarakat. Namun kuantitas yang relatif kecil ini tampaknya bukan jaminan bahwa ia tidak memberikan dampak negatif. Namun tentunya tidak juga menjadikannya halangan bagi kita untuk memanfaatkan teknologi Internet ini untuk dapat mencapai manfaat yang lebih besar dan untuk meningkatkan kompetitifitas umat. Kalau mau jujur, sebenarnya lebih membahayakan media konvensional dalam menyebarkan dan menjadi sumber pornografi. Munculnya tabloid-tabloid yang mengumbar sensualitas , seksualitas dan pornografi di masyarakat , stensilan, VCD Porno bajakan dan format lainnya yang mudah dibeli dan mudah masuk ke segala lapisan masyarakat akar rumput sebenarnya patut lebih diwaspadai ketimbang Internet yang penetrasinya ke masyarakat masih relatif rendah. 

Pornografi di Internet memang susah dicegah. Kendati demikian, bukan berarti tidak dapat diminimalisasikan atau dikurangi dampaknya. Bahkan upaya-upaya untuk lebih positif memanfaatkan Internet masih tetap menjadi perhatian banyak pihak. Perkembangan teknologi perangkat lunak untuk mencegah atau mempersulit akses ke situs pornografi masih tetap banyak dilakukan orang. Netnanny misalnya, suatu perangkat lunak yang dimaksudkan untuk mencegah akses ke situs-situs porno dan tidak mendidik, merupakan suatu contoh upaya dari sisi teknis guna mencegah dampak negatif Internet. Demikian juga beberapa perangkat lunak lainnya seperti netpatrol, kidznet dll. Bahkan beberapa ISP di AS menyediakan akses yang lebih bersih dengan cuma menyediakan isi yang pantas untuk keluarga misalnya kidznet.com. Demikian juga situs-situs yang menginformasikan netiket (etiket berinternet), situs anak, dll masih menjadi rujukan banyak penyedia jasa Internet bagi para pemula.

Namun yang lebih penting dari pencegahan teknis adalah melakukan edukasi ke masyarakat secara utuh mengenai Internet. Baik formal maupun non formal, pemahaman yang menyeluruh tentang Internet dapat memberikan motifasi kepada masyarakat bahwa Internet sebenarnya bukan medan yang membahayakan apalagi merupakan suatu perangkap peradaban. Bagaimana pun juga mesti disadari bahwa internet adalah suatu alat teknologi, suatu infrastruktur telekomunikasi, sama halnya dengan telepon. Kemampuannya untuk mengkonvergensikan teknologi komunikasi, komputasi dan penerbitan (isi) menjadikannya lebih berdaya guna bagi banyak pihak. Tapi tetap ada ia adalah suatu alat. Sebagai suatu alat tentunya nilai yang muncul setelah digunakan akan sangat tergantung dari pemakainya. Apakah ia akan menjadi alat propaganda kemaksiatan atau justru menjadi suatu media pendidikan, media jualbeli atau media dakwah yang efektif dan efisien tergantung bagaimana individu, organisasi atau suatu komunitas dalam memanfaatkan dan mendayagunakannya.

Internet sebagai media dakwah
Tiga tahun yang lalu, ketika teman saya melakukan riset situs-situs Islam di Internet terasa sekali bahwa Umat Islam masih belum begitu banyak memanfaatkan Internet sebagai alternatif media dakwah. Situs tertua yang saya temui adalah situs Isnet.org yang dikelola oleh aktivis Pelajar Islam Indonesia yang sedang belajar di luarnegeri. Isnet bisa disebut sebagai pionir komunitas Islam di Internet yang notabene diprakarsai oleh pelajar-pelajar Islam Indonesia yang berada di mancanegara. Basis kekuatannya dalah milis (mailing list) yaitu forum diskusi melalui email, dimana pesertanya dapat berdiskusi secara aktif untuk berbagai topik keagamaan. Selain itu, terdapat juga upaya-upaya untuk membangun jaringan informasi Islam seperti Jaringan Informasi Islam, yang diprakarsai oleh Pusat teknologi serba guna Salman ITB. Media tradisional seperti hidayatullah dengan hidayatullah.com dan sabili (sabili.ku.org saat ini sabili.co.id) pun setidaknya sudah memanfaatkan Internet sebagai alternatif publikasinya di akhir 90-an itu. Selebihnya adalah situs-situs organisasi seperti al-islam.or.id , kisdi, laskarjihad, dll. Paling menarik adalah munculnya situs-situs personal yang menginformasikan tentang Islam sebagai suatu personality page.

Beberapa tahun yang lalu kalau kita melakukan pencarian melalui situs pencari paling populer Google.com dengan kata kunci “Islam”, ribuan situs yang menginformasikan Islam akan ditampilkan. Saat ini, bila kita masukkan kata kunci “Islam” yang muncul adalah puluhan bahkan ratusan ribu situs tentang Islam dari yang dikelola dalam skala personal dan amatir sampai situs yang memang dipersiapkan sebagai media dakwah abad-21 seperti yang dikelola oleh islamonline.net sampai azzam.com yang sangat kontroversial karena dituduh Pemerintah AS sebagai situs propaganda Al Qaida. Situs islamonline.net dikelola oleh Dr. Yusuf Qadharawi seorang ulama Internasional yang terkenal dari Mesir. 

Representasi dakwah di Internet semakin terakomodir dengan semakin berkembangnya teknologi multimedia melalui World Wide Web (WWW). Sebenarnya, perkembangan teknologi internet yang web enable inilah yang banyak menyokong popularitas Internet sejak awal tahun 90-an yang lalu. Dengan teknologi WWW ini penampilan informasi dan pengetahuan dapat dirancang dalam berbagai format multimedia yang lebih atraktif dan menarik. Tidak cuma teks, namun gambar, suara dan videopun sudah bisa ditampilkan diweb. Tidak Cuma informasi yang pasif namun streaming audio dan video pun sudah bisa dilakukan dengan adanya integrasi teknologi penyiaran radio melalui medium Internet. Sebagai contoh, Radio Al Islam Mesir sudah melakukan streaming audio Al Qur’an dimana suara orang mengaji akan terdengar 24 jam penuh sepanajng hari setiap kali kita mengklik ke ayat yang ingin kita dengarkan (Lihat juga http://www.myquran.com/alquran). Islamicity.com dan islamonline.net menyediakan wawancara eksklusif secara berkala dengan ulama-ulama dan pakar Islam Internasional seperti DR. Yusuf Qaradhawi, John L. Esposito, dan ulama serta pakar Islam lainnya baik untuk menyatakan fatwa maupun untuk menyatakan pendapat keilmuan mengenai suatu masalah. Tidak jarang dilakukan juga obrolan real time (chatting) dengan para pakar dan ulama ini untuk menyikapi berbagai masalah yang muncul di dunia Islam. Tragedi 911 WTC dan serangan AS ke Afghanistan yang baru lalu merupakan contoh topik yang banyak dibincangkan di situs-situs Islam. Tidak jarang munculnya situs-situs Islam ini membuat gerah pemerintah AS. Contohnya, situs azzam.com yang sangat vokal sempat disweeping dan kemudian dituduh oleh AS sebagai situs propaganda Usamah Bin Laden. Di Texas AS suatu perusahaan web hosting (tempat menyewakan ruang server untuk publikasi di Internet) digrebek dan dibredel FBI karena menyediakan tempat untuk sekitar 200 situs Islam yang dituduh berkaitan dengan jaringan terorisme internasional. 

Di Indonesia situs-situs Islam mulai marak sekitar awal tahun 1999. Situs myquran.com, al-islam.or.id, laskarjihad.or.id , kisdi.or.id, pesantrenvirtual.com, iiman.co.id, hidayatullah.com, republika.co.id dan banyak lagi yang lainnya mulai menyemarakkan Internet dengan berbagai format sajian. Perkembangannya kemudian semakin pesat di tahun 2000-an dengan masuknya berbagai investasi asing di Indonesia yang berhubungan dengan Internet. Format penampilan pun berbeda-beda bahkan semakin tersegmentasi sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Myquran.com menampilkan situs komunitas kolaboratif dimana pengunjung situs dapat memanfaatkan berbagai fasilitas yang ada seperti Al Qur’an online, direktori situs islam, forum diskusi, chatroom, berita serta artikel dan berbagai sarana interaktif lainnya yang disumbangkan oleh para pengunjung dan anggotanya. Sasarannya adalah pemakai internet usia 17 sampai 35 tahun yang merupakan segmen pemakai Internet terbesar dewsa ini. Situs pesantrenvirtual.com yang dikelola oleh para santri virtual bimbingan KH. Mustopha Bisri merupakan contoh lain situs Islam yang menyajikan berbagai hasil konsultasi virtual dengan Pengelola Pesantren. Situs ini awalnya merupakan komunitas milis yang kemudian di-online-kan menjadi situs. PadhangMbulan.com merupakan contoh lain situs yang lahir dari komunitas milis yang dikelola oleh Budayawan Emha Aiunun Najib. Cybernasyid.com menyediakan berbagai informasi dan perkembangan nasyid yang mengejutkan dunia seni suara di tanah air. Moslemworld.co.id merupakan contoh situs Islam yang mendapat dukungan dana dari moslemworld.com dari Brunei Darussalam yang menyajikan berbagai referensi dan informasi Islam terkini. Demikian juga pesantren.net, tazkia.com, ukhuwah.or.id, eramuslim.com, pesantren-online.com, islamlib.com, cybernasyid.com, indohalal.com dan banyak lagi yang lainnya yang merupakan representasi dakwah islamiyah baik langsung maupun tidak langsung di Internet. Ini baru menyebutkan beberapa situs Islam saja. Perkembangan yang lebih pesat sebenarnya terjadi di komunitas milis islam yang jumlahnya sekarang ini mencapai ribuan milis Islam dari Indonesia. Kecenderungan yang demikian tentunya menggembirakan bagi dunia Islam. 

Agar Umat Tidak Menjadi Buih
Sebagai produk teknologi, Internet bisa dikatakan tidak bebas nilai karena teknologi pada dasarnya dibuat untuk membantu memecahkan masalah dan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Namun, dari sisi pemakai, baik atau buruk suatu alat sebagai produk teknologi pada akhirnya tergantung pada bagaimana kita menggunakannya dan bagaimana kita melihatnya. Pada akhirnya nilai positif atau negatif produk teknologi akan ditentukan oleh niat dan motivasi yang akan menjadi penentu apakah suatu alat akan menjadi bermanfaat atau mudharat. Disini, diperlukan pendekatan yang terbaik untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai suatu produk teknologi dalam hal ini adalah internet. Utamanya adalah komunitas-komunitas muslim tradisional yang menjadi center of influence masyarakat muslim Indonesia selama beradab-abad. Sejak jaman para wali sampai zaman sekarang ini peran komunitas tradisional dan figur tradisional yang kharismatis sangat signifikan bagi masyarakat Indonesia.

Untuk mengurangi dampak negatif solusi bisa didekati baik secara teknis maupun non teknis. Solusi teknis seperti menggunakan software netnanny, security etc, folterisasi dll. Namun solusi teknis sangat terbatas dan parsial. Perlu pemantauan dan updating yang terus menerus. Dengan pertumbuhan content dan teknologi Internet yang pesat, solusi teknis sebaiknya menjadi suatu pagar yang tujuannya adalah meminimalkan "upaya". 

Solusi alternatif lain yang bisa lebih menyeluruh adalah dengan melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai apa itu Internet secara tuntas dan tidak sepotong-sepotong. Sosialisasi kepada masyarakat dalam hal ini sangat berperanan. Tujuannya adalah mengeliminir "keinginan" atau niat buruk dan meningkatkan motivasi positif untuk memanfaatkan Internet. Media massa perlu menggambarkan Internet dengan tuntas bukannya secara parsial mengeksploitasi dari satu sisi. Demikian juga para edukator baik guru, dai maupun ulama perlu lebih terbuka dan tuntas dalam memahami perkembangan teknologi informasi dalam kontek perkembangan zaman dan perkembangan umat untuk mengantisipasi berbagai tantangan yang semakin berat. Para ulama perlu menyikapi perkembangan zaman dalam konteks kekinian bukan menghambat dan menyumbat berbagai perkembangan dalam lamunan masa lalu. Dengan melibatkan berbagai pihak baik pelaku bisnis, pemerintah, organisasi masyarakat Islam, Komunitas tradisional pendidikan Islam, Internet sebagai suatu produk perkembangan zaman bisa disiasati dengan lebih positif dengan tindakan yang lebih produktif untuk meningkatkan kompetitifitas umat.

Tentu saja masalah Internet dengan isu kesenjangan dijital yang diwakili oleh aksesabilitas internet bagi masyarakat cuma masalah kecil dibandingkan masalah-masalah lain yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia. Namun, tentunya hal ini tidak menjadikan kita lalai atas perkembangan dan dampaknya yang terjadi diwaktu mendatang. Bagi Umat Islam khususnya, perkembangan teknologi perlu disikapi lebih arif dan smart. Radio, televisi dan sederetan budaya pop barangkali bisa menjadi petunjuk bagaimana suatu perkembangan teknologi dan budaya pada akhirnya berkembang dan susah dibendung hanya karena kita lalai dalam menyikapi implikasinya. Mungkin setengah abad yang lalu kita tidak pernah mengira dampak yang ditimbulkan oleh mereka. Namun, sebagai suatu komunitas umat yang berkembang sesuai zaman, antisipasi teknologi internet tentunya mesti bisa diadopsi dengan lebih positif. Jadi bukan cuma sekedar waspada dan rasa takut yang dibangun, namun kearifanlah yang diperlukan. Kalau tidak, kita Umat Islam akan semakin menjadi buih-buih kecil di ganasnya gelombang perubahan peradaban Umat Manusia.