Pemerintah Indonesia mencanangkan bahwa sektor pariwisata akan menjadi sektor yang menyumbangkan devisa tertinggi kepada negara. Banyak langkah-langkah yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan devisa dari sektor pariwisata ini. Pada umumnya langkah-langkah tersebut dapat dikategorikan pada peningkatan jumlah wisatawan yang masuk dan peningkatan pengeluaran para wisatawan tersebut di Indonesia. Berikut ini kami uraikan sebuah ide yang mendukung usaha peningkatan penerimaan devisa pariwisata dengan meningkatkan jumlah transaksi yang terjadi di Indonesia sebelum sang wisatawan sampai ke Indonesia.
Idenya sederhana. Mari kita simak ilustrasi berikut. Seorang wisatawan, katakanlah dari Jepang, ingin berlibur ke Bali. Apa yang harus ia lakukan? Kemungkinan besar ia akan membeli sebuah paket tour dari salah satu travel agent di Jepang. Travel agent ini yang akan membeli tiket untuk sang wisatawan, membuat reservasi hotel, dan bekerja sama dengan travel agent di Bali, menyiapkan paket tour untuk sang wisatawan. Berapa bagian industri pariwisata Bali dalam transaksi ini? Untuk tiket pesawat, jelas industri pariwisata Bali tidak kebagian. Kalau si travel agent membeli tiket Garuda, maka Garuda mendapatkan bagian. Hotel yang dipilih oleh sang wisatawan akan mendapatkan bagian, dan travel agent di Bali yang mengatur perjalanan sang wisatawan di Bali juga akan mendapat bagian. Sementara itu, si travel agent yang berada di Jepang akan mendapat bagian dari tiket (apakah berupa komisi atau margin keuntungan seandainya mereka membeli secara wholesale/blok), sebagian dari biaya hotel (juga berupa komisi atau berupa margin keuntungan), dan sebagian dari biaya paket tour.
Dari ilustrasi di atas, jelaslah bahwa biaya yang dikeluarkan oleh sang wisatawan adalah lebih tinggi daripada penghasilan yang diperoleh industri pariwisata Bali. Selisihnya bisa dianggap sebagai biaya distribusi/pemasaran produk Bali sebagai daerah wisata ke konsumen langsung (yaitu sang wisatawan Jepang). Biaya distribusi ini dibayarkan kepada suatu perantara, dalam hal ini si travel agent di Jepang.
Ide yang kami uraikan di bawah ini adalah ide yang sederhana untuk mengurangi besar biaya distribusi ini yang harus dikeluarkan di luar Indonesia, dan dus, meningkatkan pendapatan industri pariwisata Indonesia. Yaitu, kalau sebagian dari selisih biaya yang dikeluarkan oleh sang wisatawan dan yang diterima oleh industri pariwisata Indonesia bisa kita tarik sehingga transaksinya terjadi di Indonesia, maka pendapatan pariwisata Indonesia akan meningkat. Bagi sang wisatawan, jumlah yang harus ia keluarkan tidak berubah (malah bisa semakin murah karena pada prinsipnya kita menurunkan biaya perantara). Bagi sang perantara, dalam hal ini travel agent di Jepang, pendapatannya akan berkurang.
Apakah ide ini masuk akal. Berikut ini kami uraikan mengapa ide ini merupakan suatu strategi yang harus dimanfaatkan untuk menaikkan tingkat penghasilan industri pariwisata Indonesia. Kami akan menguraikan berapa besar pendapatan yang bisa diperoleh, dan bagaimana strategi ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi Internet.
Transaksi Pariwisata Indonesia yang Terjadi di Luar Indonesia
Pertanyaan pertama yang mungkin muncul di dalam benak pembaca adalah, berapa sebenarnya besarnya transaksi pariwisata ke Indonesia ini yang terjadi di luar Indonesia.
Jawaban singkatnya: sangat besar, sebanding dengan nilai transaksi yang terjadi di Indonesia. Melalui pusat Web Bali Online (yang berkedudukan di http://www.indo.com), Bali Online mengadakan survey atas orang-orang yang pernah berlibur ke Bali. Salah satu pertanyaan dalam survey tersebut adalah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh sang wisatawan di Bali dan besarnya biaya total yang dikeluarkan untuk liburan tersebut. Meskipun peserta survey ini masih sedikit, hasilnya mengindikasikan sebagai berikut.
Rata-rata rasio pengeluaran total dibandingkan dengan pengeluaran di Bali adalah 2.15. Kalau dari data ini disaring sehingga kita hanya melihat orang-orang yang mengeluarkan kurang dari US$ 200 per hari di Bali, maka rata-rata rasio ini meningkat sedikit menjadi 2.32. Rasio paling rendah adalah 1.3 dan rasio paling tinggi adalah 4.3. Artinya, rata-rata seorang wisatawan itu akan mengeluarkan US$ 1,150 di luar Bali untuk setiap US$ 1,000 yang ia keluarkan di Bali.
Mari secara konservatif kita anggap bahwa rasio ini nilainya adalah 2. Yaitu jika seorang wisatawan mengeluarkan US$ 1,000 selama ia berada di Bali, ia mengeluarkan US$ 2,000 untuk keseluruhan perjalanannya. Dengan kata lain, untuksetiap dollar yang dikeluarkan oleh sang wisatawan di Bali, ia sebenarnya mengeluarkan dua dolar. Satu dolar lagi dibayarkan kepada industri pariwisata di luar Indonesia. Kalau pada tahun 1994, penghasilan industri pariwisata Bali berjumlah US$ 1 milyar dollar, berarti sebenarnya ada US$ 1 milyar dollar lagi yang dikeluarkan oleh para wisatawan asing ini yang tidak ditampung oleh industri pariwisata ini! Kalau kita bisa membawa sebagian atau keseluruhan transaksi ini ke Indonesia (ingat, bahwa sang konsumen sudah mengeluarkan dana sebesar ini), maka secara efeknya akan terasa sekali.
Siapa yang Beruntung?
Secara langsung, pihak industri pariwisata, pemerintah daerah dan nasional, dan masyarakat akan menikmatin keuntungan ini. Pertama, industri pariwisata Bali. Kalau 10% saja dari yang US$ 1 milyar dollar ini bisa ditarik ke Bali, sehingga transaksi terjadi di Bali, berarti pendapatan industri pariwisata Bali akan meningkat sebesar US$ 100 juta dollar.
Kedua, kalau transaksi ini terkena pajak penjualan sebesar 10%, berarti pemasukan pajak pemerintah dari sini bisa meningkat sebesar US$ 10 juta dollar atau Rp. 23 milyar rupiah. Itu hanya 10% dan hanya untuk Bali.
Ketiga, dengan meningkatnya pekerjaan yang harus dihadapi industri pariwisata, maka lowongan kerja di bidang ini juga akan meningkat. Keseluruhan masyarakat akan menikmati semakin tingginya tingkat kehidupan.
Efek tidak langsungnya juga bagus. Pertama, sebagian dari penghematan yang dilakukan dengan mengurangi biaya perantara dapat disuguhkan kepada para wisatawan. Artinya, seorang wisatawan Jepang yang tadinya harus membayar US$ 1,500 kepada seorang travel agent di Jepang untuk 5 hari di Bali, dan si travel agent sebenarnya membeli paket tersebut dari seorang travel agent di Indonesia seharga US$ 1,000, dengan transaksi langsung, maka si travel agent Indonesia dapat menawarkan produk yang sama kepada sang wisatawan katakanlah seharga US$ 1,250. Menurunnya biaya perantara secara umum akan menurunkan biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen. Dan efeknya semakin banyak orang yang akan membeli paket tour ke Bali. Dus, volume pariwisata itu sendiri akan meningkat.
Efek tidak langsung kedua bagi masyarakat Bali khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya adalah tuntutan dari pelaksanaan transaksi langsung ini. Untuk bisa dengan lancar mengadakan transaksi langsung, maka pemahaman akan teknologi yang dipakai, bahasa pengantar, dan faktor pendukung lainnya akan sangat diperlukan. Biro-biro pendidikan pun akan bermunculan untuk mempersiapkan tenaga yang trampil untuk mendukung pelaksanaan transaksi pariwisata langsung ini. Dus, jangka panjangnya, tingkat pendidikan tenaga kerja di dunia pariwisata akan meningkat, dan lahan pendidikan baru akan muncul, menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Bagaimana Kita Membawa Transaksi ini ke Indonesia?
Ada beberapa trend utama yang bisa kita lihat dari situasi dunia pasar saat ini, terutama yang berkaitan dengan pemakaian teknologi dan pengaruhnya bagi dunia industri pariwisata, yang mendukung strategi membawa transaksi di luar negeri ini ke Indonesia.
Pertama, trend ke arah tiket elektronik. Perusahaan-perusahaan penerbangan terbesar di Amerika seperti United Airlines atau Northwest sudah mulai memakai tiket elektronik. Tiket elektronik ini memungkinkan seorang penumpang untuk tidak memegang tiketnya sebelum datang ke lapangan terbang untuk memulai perjalanannya. Dengan tiket elektronik, seorang wisatawan bisa membeli tiketnya dengan memakai telpon atau Internet, dan kemudian langsung menuju ke airport pada hari yang keberangkatannya. Sewaktu melapor ke perusahaan penerbangan tersebut, sang wisatawan tinggal menunjukkan tanda identitas diri, dan boarding passnya akan diberikan. Ini memungkinkan seorang wisatawan Jepang yang mempunyai akses ke Internet, membuka homepagenya Carefree Bali Holidays di Bali Online, mengisi formulir permintaan reservasi tiket (dan sekaligus hotel, paket tours, dan sebagainya) lengkap dengan nomor kartu kreditnya. Carefree Bali Holidays akan mereservasi tiket yang diinginkan, dan mengirim konfirmasinya ke sang wisatawan, yang tinggal menuju ke lapangan terbang dengan tenang. Semua transaksi berlangsung di Bali!
Kedua, trend ke arah “do-it-yourself.” Di Amerika, di Eropa, dan bahkan di Asia, trend untuk melakukan sendiri sesuatu itu sangat tinggi, karena ini memberikan kepuasan yang lebih tinggi bagi sang individu. Trend ini di Amerika didukung oleh suksesnya perusahaan-perusahaan mulai dari Home Depot yang menjual segala macam peralatan dan bahan-bahan untuk memperbaiki/merenovasi rumah sampai kepada discount brokers seperti Charles Schwab atau Waterhouse yang menawarkan biaya transaksi jual beli di pasar bursa dengan biaya transaksi rendah jika sang investor melakukan sendiri risetnya (tanpa bantuan riset dari perusahaan pialang ini).
Pada awalnya, pasti yang menjadi pemakai dari penawaran langsung ini adalah travel agent dari luar negeri, yang kemudian menawarkan produk yang persis sama setelah menambahkan sedikit margin keuntungan. Namun dalam waktu singkat, konsumen akan tahu bahwa ia harus membayar ekstra untuk seorang travel agent mengisi formulir yang ada di Web yang ia sendiri bisa lakukan, dan memperoleh harga yang lebih baik. Jelas akhirnya ia akan melakukan sendiri reservasi-reservasi ini.
Trend yang paling penting adalah meluasnya dan semakin diterimanya teknologi Internet sebagai media komunikasi. Forrester Research dari Massachussetts memperkirakan bahwa setidaknya 125 juta orang akan bisa mengakses Internet pada tahun 2000. Angka ini juga didukung oleh perhitungan majalah terkemuka Inggris The Economist. Penetrasi penggunaan Internet ini sendiri saat ini sudah mencapai 8-10% dari jumlah penduduk di negara-negara maju (bandingkan dengan angka penetrasi telpon di Indonesia yang hanya berkisar 2-3%). Jumlah ini diperkirakan akan berlipat dua setiap satu atau satu setengah tahun.
Dari 8-10% jumlah penduduk negara maju yang akses ke Internet - berapa yang potensial sebagai world traveller? Mengapa mereka di kategorikan potensial sebagai world traveller? bagaimana cara menarik perhatian mereka supaya datang ke Indonesia? apakah mereka umumnya untuk bisnis atau untuk leasure?
Itu dari segi konsumen. Dari segi produsennya, dalam hal ini industri pariwisata Indonesia, Internet ini menyediakan suatu media yang sangat murah untuk menjangkau jumlah calon konsumen yang sangat banyak yang terdapat di seluruh pelosok dunia. Hal ini memungkinkan travel agent atau tour operator dari Bali untuk secara langsung menawarkan produk “Mountain Cycling in Mount Batur” atau paket “Whitewater Rafting di 5 propinsi Indonesia” langsung kepada calon pelanggan di manapun ia berada, tanpa harus tergantung sepenuhnya kepada travel agent-travel agent di luar negeri. Harga eceran yang ditawarkan pasti akan lebih tinggi dari harga wholesale yang ditawarkan kepada travel agent partner di luar negeri, namun akan lebih rendah daripada harga yang harus dibayar oleh sang calon konsumen seandainya ia harus membeli dari travel agent di luar negeri.
Apakah ini tidak akan mengancam kedudukan travel agent sebagai suatu industri? Travel agent yang hanya berfungsi sebagai order-taker, yaitu pelaksana/juru ketik yang membuat reservasi penerbangan dari Tokyo ke Bali, atau memasukkan permintaan reservasi melalui sebuah computer reservation system (CRS), perkerjaan mereka ini akan menghilang. Tanpa adanya nilai tambah, yang jelas berupa pengetahuan yang mendalam mengenai daerah tujuan destinasi, semua fungsi lainnya akan dapat dilakukan langsung oleh seorang customer dengan mudah, tanpa campur tangan (and dus, tanpa harus mengeluarkan biaya) si travel agent.
Kata-kata “Tanpa adanya nilai tambah” perlu di kembangkan lagi - supaya membuka mata mereka ini bahwa banyak kemungkinan menambah nilai tambah dengan adanya Internet.
Sebuah hotel di Bali akan dapat menawarkan langsung kamar-kamarnya kepada calon wisatawan ke Bali, dengan foto kamar dan fasilitas lainnya, bahkan lengkap dengan formulir yang dapat diisi langsung oleh sang calon tamu untuk membuat reservasi untuk perjalanannya minggu depan. Dalam enam bulan pertama Bali Online menawarkan sistem permintaan brosur dan reservasi gratis ini kepada masyarakat Internet, Bali Online dihujani permintaan brosur sebanyak 700 lebih setiap bulannya, dan nilai reservasi yang mencapai hampir US$ 200,000. Reservasi ini terjadi langsung antara sang calon tamu dengan hotel, dengan memanfaatkan media Internet ini. Biaya transaksi yang diotomatisasi ini akan jauh lebih kecil daripada biaya transaksi seorang travel agent perantara. Dan dengan semakin meningkatnya jumlah orang yang menjadi anggota Internet, dan semakin memasyarakatnya Internet sebagai media transaksi, jumlah ini pasti akan meningkat.
OK. Anda yakin bahwa membawa transaksi pariwisata untuk tujuan wisata di Indonesia ke Indonesia adalah sesuatu yang menarik dan mempunyai potensi tinggi. Bagaimana cara merealisasinya?
Membuka Pintu Usaha Anda di Dunia Internet.
Seorang calon tamu dari Jepang tidak akan membuat reservasi di hotel Anda atau membeli paket tour Anda di Bali kalau:
1. Sang calon tamu tidak tahu siapa Anda,
2. Sang calon tamu tidak yakin akan produk Anda, dan
3. Sang calon tamu tidak tahu bagaimana menghubungi Anda.
Faktor pertama dan ketiga di atas bisa ditangani dengan membuka pintu usaha Anda di dunia Internet dengan memasang informasi dan iklan di perusahaan yang bergerak dalam bidang promosi di dunia Internet seperti Bali Online. Sebagaimana halnya dalam menganalisa keputusan membuka toko di sebuah tempat, Anda harus mempertimbangkan banyak faktor, antara lain: populer tidaknya pusat Web perusahaan promosi Internet tersebut, siapa dan bagaimana karakteristik pengunjung pusat Web tersebut, siapa dan bagaimana usaha-usaha yang sudah bergabung dengan pusat Web tersebut dan bagaimana pendapat mereka, dan sebagainya. Singkatnya, Anda harus mempunyai gambaran mengenai untung ruginya berpromosi di Internet dengan pusat Web tersebut. Namun yang jelas, semakin cepat Anda membuka pintu usaha Anda di dunia Internet dan semakin populer pusat Web tempat Anda membuka usaha Anda itu, semakin cepat nama usaha Anda akan dikenal oleh masyarakat Internet.
Hal ini juga akan menunjang penanganan faktor kedua. Dengan menunjukkan gambar cruise ship yang Anda pakai, para calon tamu Anda akan lebih merasa aman akan pilihannya. Demikian juga dengan sebuah hotel di Kuta. Dengan melihat foto kamar dan kolam renang, sang calon tamu akan merasa sedikit lebih tenteram untuk mau melakukan transaksi langsung dengan usaha Anda. Perlu diingat masalah kredibilitas ini tidak begitu menjadi masalah bagi perusahaan-perusahaan yang sudah mempunyai nama dan merek yang terkenal, katakanlah seperti Hyatt atau Hilton. Kenapa? Karena mereka sudah melakukan pembinaan nama dan merek melalui segala macam media tradisional (dan mengeluarkan biaya bermilyar-milyar rupiah untuk itu).
Penanggulangan faktor kedua atau faktor kredibilitas ini akan semakin mantap lagi bila didukung oleh adanya mekanisme verifikasi yang bersifat independen. Contohnya, pemerintah Singapura mengeluarkan sticker logo Singapura dan menempelkannya di toko-toko/dunia usaha yang memenuhi persyaratan. Atau sebuah badan swasta atau asosiasi yang mempunyai reputasi internasional bisa memberikan akreditasi untuk sebuah fasilitas yang memenuhi syarat, misalnya akreditasi PADI untuk dive tour operators. Ini bisa membangun tingkat kredibilitas dunia usaha tersebut jika badan akreditasi tersebut benar-benar menerapkan kriterianya dalam memberikan akreditasi tersebut, dan siap menjajaki dan menanggulangi keluhan yang mungkin muncul dari para tamu. Idenya adalah menunjukkan bahwa sebuah pihak yang independen memberikan akreditasinya sebagai jaminan mutu.
Bagaimana dengan Indonesia? apakah mungkin seperti ini dilakukan? tampaknya akan sukar kalau pemerintah yang melakukan - karena terlalu corrupt?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.